JAKARTA. Kelangkaan pasokan bahan bakar gas memukul industri sarung tangan karet. Banyak industri sarung tangan karet dikabarkan tidak mampu berproduksi lagi. Ahmad Saifun, Ketua Indonesian Rubber Glove Manufacturer Association (IRGMA) bercerita, beberapa tahun yang lalu, masih ada sebanyak 12 perusahaan yang memproduksi sarung tangan karet. Namun, belakangan ini jumlahnya berkurang, yakni tinggal lima perusahaan saja. "Yang tersisa kini, empat di Sumatera Utara dan satu perusahaan di Jawa," kata Ahmad kepada KONTAN, Selasa (25/11). Ahmad pesimistis lima perusahaan yang tersisa ini bisa bertahan lama. Apalagi, harga gas yang dibutuhkan industri karet juga akan naik harga. "Harga gas akan naik menjadi US$ 17 million british thermal unit (MMBtu) dari harga saat ini US$ 9 MMBtu," jelas Ahmad.
Jumlah perusahaan sarung tangan karet mengerut
JAKARTA. Kelangkaan pasokan bahan bakar gas memukul industri sarung tangan karet. Banyak industri sarung tangan karet dikabarkan tidak mampu berproduksi lagi. Ahmad Saifun, Ketua Indonesian Rubber Glove Manufacturer Association (IRGMA) bercerita, beberapa tahun yang lalu, masih ada sebanyak 12 perusahaan yang memproduksi sarung tangan karet. Namun, belakangan ini jumlahnya berkurang, yakni tinggal lima perusahaan saja. "Yang tersisa kini, empat di Sumatera Utara dan satu perusahaan di Jawa," kata Ahmad kepada KONTAN, Selasa (25/11). Ahmad pesimistis lima perusahaan yang tersisa ini bisa bertahan lama. Apalagi, harga gas yang dibutuhkan industri karet juga akan naik harga. "Harga gas akan naik menjadi US$ 17 million british thermal unit (MMBtu) dari harga saat ini US$ 9 MMBtu," jelas Ahmad.