JAKARTA. Jumlah wirausahawan Indonesia masih kecil ketimbang Malaysia. Hanya 1,56% jumlah penduduk Indonesia yang dikategorikan sebagai wirausaha.Bandingkan dengan Malaysia yang mencatat angka 4%. Sementara Thailand lebih besar yakni 4,51% dan Singapura 7,2%. "Ini baru menyangkut kuantitas. Dari segi kualitas belum tercermin di angka-angka itu," kata Wakil Presiden Boediono saat membuka Global Enterpreneurship Week (GEW) 2012 di Bank Indonesia, (12/11).Boediono yakin potensi kewirausahawan Indonesia bisa melebihi angka-angka di atas. Pasalnya dari sektor informal banyak yang berusaha mengatasi risikonya. "Kalau untung ya dapat untung, kalau rugi ya menanggung rugi sendiri. Jadi kalau dari segi kualitas kita tidak kurang," katanya.Boediono mengakui ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi wirausaha. Tantangan tersebut tentu saja bersinggungan dengan unit-unit bisnis yang menjadi wadah dari para wirausahawan tersebut. Dia mencatat ada enam kategori yang sering diasosiasikan sebagai handicap dalam mewujudkan unit bisnis.Keenamnya yakni;1. Masalah penegakkan hukum sebagai masalah fundamental karena wirausahawan mustahil bisa mengembangkan usaha di suatu daerah yang masih terganggu keamanannya,2. Pertumbuhan makro ekonomi yang stabil. Sikap konservatif fiskal yang prudence adalah opsi terbaik dalam kondisi ekonomi global yang serba tidak pasti. "Kalau makro-nya seperti yoyo atau roller coaster, maka orang yang bisa usaha hanya mereka yang sangat pandai atau sangat spekulatif. Yang produktif normal akan mundur," katanya.3. Masalah infrastruktur yang memiliki dampak besar bagi wirausahawan karena kebanyakan transaksi ekonomi pasti mencantumkan komponen biaya transportasi. Studi Bank Dunia beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa investasi di luar perkotaan sangat dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya infrastruktur dasar yang memadai.4. Regulasi dan aturan yang bisa mendukung atau sebaliknya justru menghambat wirausaha, terutama dalam era otonomi daerah ketika pemerintah daerah mengeluarkan aturan-aturan yang berpengaruh langsung pada pengembangan wirausaha,5.Tersedianya layanan finansial bagi bisnis mikro maupun makro karena hal ini akan mempengaruhi pengembangan suatu bisnis. "Dalam hal ini para perumus kebijakan sedang berusaha menjabarkan lebih jauh konsep financial inclusion karena dari situ bisa terjaring calon-calon wirausahawan muda," katanya.6. Masalah tenaga kerja yang terlatih dan terampil yang sangat dibutuhkan oleh pengembangan industri.Untuk menjawab yang terakhir, Boediono mengajak kalangan swasta dan perbankan untuk terus menerus melakukan program pelatihan kewirausahaan dan mentoring. Dia juga meminta para pelaku pelatihan dan mentoring dari berbagai kalangan bisa bersinergi dan bergabung dalam sebuah forum komunikasi demi mencapai tujuan bersama yakni pengembangan kewirausahaan secara nasional.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jumlah wirausahawan Indonesia masih minim
JAKARTA. Jumlah wirausahawan Indonesia masih kecil ketimbang Malaysia. Hanya 1,56% jumlah penduduk Indonesia yang dikategorikan sebagai wirausaha.Bandingkan dengan Malaysia yang mencatat angka 4%. Sementara Thailand lebih besar yakni 4,51% dan Singapura 7,2%. "Ini baru menyangkut kuantitas. Dari segi kualitas belum tercermin di angka-angka itu," kata Wakil Presiden Boediono saat membuka Global Enterpreneurship Week (GEW) 2012 di Bank Indonesia, (12/11).Boediono yakin potensi kewirausahawan Indonesia bisa melebihi angka-angka di atas. Pasalnya dari sektor informal banyak yang berusaha mengatasi risikonya. "Kalau untung ya dapat untung, kalau rugi ya menanggung rugi sendiri. Jadi kalau dari segi kualitas kita tidak kurang," katanya.Boediono mengakui ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi wirausaha. Tantangan tersebut tentu saja bersinggungan dengan unit-unit bisnis yang menjadi wadah dari para wirausahawan tersebut. Dia mencatat ada enam kategori yang sering diasosiasikan sebagai handicap dalam mewujudkan unit bisnis.Keenamnya yakni;1. Masalah penegakkan hukum sebagai masalah fundamental karena wirausahawan mustahil bisa mengembangkan usaha di suatu daerah yang masih terganggu keamanannya,2. Pertumbuhan makro ekonomi yang stabil. Sikap konservatif fiskal yang prudence adalah opsi terbaik dalam kondisi ekonomi global yang serba tidak pasti. "Kalau makro-nya seperti yoyo atau roller coaster, maka orang yang bisa usaha hanya mereka yang sangat pandai atau sangat spekulatif. Yang produktif normal akan mundur," katanya.3. Masalah infrastruktur yang memiliki dampak besar bagi wirausahawan karena kebanyakan transaksi ekonomi pasti mencantumkan komponen biaya transportasi. Studi Bank Dunia beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa investasi di luar perkotaan sangat dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya infrastruktur dasar yang memadai.4. Regulasi dan aturan yang bisa mendukung atau sebaliknya justru menghambat wirausaha, terutama dalam era otonomi daerah ketika pemerintah daerah mengeluarkan aturan-aturan yang berpengaruh langsung pada pengembangan wirausaha,5.Tersedianya layanan finansial bagi bisnis mikro maupun makro karena hal ini akan mempengaruhi pengembangan suatu bisnis. "Dalam hal ini para perumus kebijakan sedang berusaha menjabarkan lebih jauh konsep financial inclusion karena dari situ bisa terjaring calon-calon wirausahawan muda," katanya.6. Masalah tenaga kerja yang terlatih dan terampil yang sangat dibutuhkan oleh pengembangan industri.Untuk menjawab yang terakhir, Boediono mengajak kalangan swasta dan perbankan untuk terus menerus melakukan program pelatihan kewirausahaan dan mentoring. Dia juga meminta para pelaku pelatihan dan mentoring dari berbagai kalangan bisa bersinergi dan bergabung dalam sebuah forum komunikasi demi mencapai tujuan bersama yakni pengembangan kewirausahaan secara nasional.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News