KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengajukan pengaduan ke pihak berwajib, kerugian korban investasi bodong Kampoeng Kurma berkisar Rp 99 juta hingga Rp 500 juta per orang. Meskipun sempat melakukan mediasi dengan pihak manajemen pekan lalu, korban ragu dana bisa dikembalikan sesuai jadwal yang dijanjikan. Irvan Nasrun selaku korban investasi bodong Kampoeng Kurma mengatakan bahwa dirinya bersama sekitar 20 korban lainnya memilih untuk maju ke jalur hukum. Tujuannya, tentu agar Manajemen Kampoeng Kurma segerta bertanggungjawab dan mengembalikan dana yang selama ini sudah di investasikan. "Ada banyak korban, sebelumnya juga ada. Untuk tim saya, kami memilih ikut jalur hukum. Apalagi manajemen sekarang sudah tidak bisa dihubungi dan WhatsApp saya juga diblokir," jelas Irvan kepada Kontan.co.id, Selasa (12/11).
Berkaca dari korban sebelumnya, Irvan mengaku lebih memilih jalur hukum agar kasus Kampoeng Kurma bisa diselesaikan segera. Irvan bercerita bahwa sudah banyak korban yang meminta pengembalian dana, namun sampai sekarang belum dikembalikan, bahkan ada yang mendapatkan cek kosong.
Baca Juga: Waspada investasi bodong berkedok koperasi, begini respons Teten Masduki Mulanya, di awal Januari 2019 Manajemen Kampoeng Kurma menyatakan akan ada investor dari Malaysia yang bergabung membangun Kampoeng Kurma. Manajemen menawarkan kepada investor yang akan melakukan
refund saat itu, bisa mendapatkan
return sebanyak 20%, namun dari cerita Irvan sebagian besar investor tersebut belum memperoleh dananya kembali. Mirisnya lagi, saat Irvan bersama rekan-rekannya menyambangi salah satu lokasi kavling, belum tampak pohon kurma yang ditanam di lokasi tersebut. Parahnya lagi, saat Irvan menagih Akta Jual Beli (AJB) kepada manajemen jawaban yang diperoleh justru sangat mengecewakan yakni AJB belum diproses lantaran perusahaan tidak memiliki dana. Berdasarkan hasil mediasi yang dilakukan antara Manajemen Kampoeng Kurma yang dipimpin Plt Direktur Utama Kampung Kurma Sari Kurniawati dengan investor pada Jumat (8/11), disampaikan bahwa pihaknya bakal mengembalikan dana pada Maret 2020. Rencana tersebut mundur dari jadwal semula yang dijanjikan, yakni antara Juni atau Juli 2019. "Mediasi kemarin (pekan lalu) manajemen juga mengatakan bahwa mereka tidak punya dana,
cash-nya tinggal Rp 5 juta. Sekarang bagaimana mereka bisa mengembalikan uang kami di Maret 2020, kalau sekarang saja dananya tinggal segitu?" jelas Irvan. Dari informasi yang diterima Irvan sebelumnya, manajemen Kampoeng Kurma menyebutkan total lahan yang telah berhasil dijual mencapai 4.000 kavling. Sebelum ramai informasi akan ada investor dari Malaysia masuk, sekitar 300 investor-500 investor dikabarkan sudah melakukan
refund terlebih dahulu, dan kabarnya mereka memperoleh kembali dananya. Selanjutnya, di Januari 2019 saat kabar akan ada investor Malaysia masuk ke Kampung Kurma, sekitar 50% dari total investor yang tersisa mengajukan
refund. Nah, investor-investor ini lah yang nasibnya tengah digantung manajemen hingga saat ini. "Per kavling harganya sekitar Rp 99 juta. Di tim saya ada yang kerugiannya mulai dari Rp 99 juta hingga Rp 500 juta, kalau saya sendiri beli tiga kavling," ungkapnya.
Baca Juga: Masih ditemukan investasi bodong berkedok koperasi, Teten Masduki: Kita harus awasi Asal tahu saja, investasi Kampoeng Kurma menjanjikan pembangunan wilayah perkebunan kurma dengan berbagai fasilitas, dengan kesepakatan investasi yang dilakukan bertema syariah dan tidak ada unsur riba. Adapun fasilitas yang dijanjikan mulai dari masjid, pesantren, pacuan kuda dan fasilitas lainnya dengan nuansa islami. Selanjutnya, Irvan bersama korban lainnya bakal terus mendorong percepatan penyelesaian kasus investasi bodong ini di jalur hukum. Dia berharap bisa mendapat dukungan dari Satgas Investasi agar proses penyelesaian kasus bisa segera selesai. "Kami meminta agar dana kami segera dikembalikan. Kami juga meminta agar manajemen menjual aset mereka untuk bisa bertanggungjawab, tapi mereka enggak kasih saat mediasi," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi