JAKARTA. Produksi sayuran di sejumlah sentra sayuran di Jawa maupun Sumatera terganggu oleh virus kuning. Alhasil, kinerja ekspor sayuran pada bulan Juni 2010 pun layu; padahal nilai ekspor sayuran tersebut sempat segar bugar alias naik pada bulan Mei 2010. Menurut data yang dilansir oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag), nilai ekspor sayuran di bulan Juni 2010 lalu sebesar US$ 3.552.113; atau turun 55,2% dibandingkan dengan Mei 2010 yang sempat menembus US$ 7.942.597. Hanya, nilai ekspor sayuran tersebut masih membukukan peningkatan sebesar 5,21% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 3.376.231.“Masalahnya adalah suplai dan harga yang tinggi. Untuk apa ekspor tetapi harus menanggung rugi,” kata Ketua Dewan Holtikultura Nasional,Benny A Kusbini kepada Kontan Online di Jakarta, Kamis (4/8). Akibat virus kuningBenny mengaku, produksi sayuran menyusut akibat virus kuning. Ujung-ujungnya, harga sayuran pun terkerek dan eksportir enggan mengapalkannya ke pasar internasional. “Saya mau saja ekspor, tetapi pembeli di Singapura tidak mau menaikan harganya,” terangnya. Dus, saat ini pasokan sayuran lebih banyak dilepas di pasar domestik karena hitung-hitunggannya masih menguntungkan. Asal tahu saja, penyakit virus kuning termasuk ganas, cepat menyebar dan sangat sulit dikendalikan. Virus ini mudah ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemicia tabaci). Hingga saat ini, tidak ada pestisida yang dapat mengendalikan virus ini dan belum diketahui varietas yang tahan banting terhadap virus ini. Bila tidak dilakukan langkah-langkah pengendalian yang konkret di lapangan, dikhawatirkan menjadi ancaman serius terhadap penurunan produksi. “Dampak virus itu merembet kemana-mana, saya sudah ingkatkan sebelumnya kepada pemerintah tetapi mereka tidak ambil langkah cepat,” keluh Benny. Ekspor sayuran tahun 2010 ini sejak awal tahun mencatat kenaikan dan mengalami penurunan pada bulan Juni. Benny memprediksi penurunan masih akan terjadi sampai dengan September mendatang.
Juni, Ekspor Sayuran Mulai Layu
JAKARTA. Produksi sayuran di sejumlah sentra sayuran di Jawa maupun Sumatera terganggu oleh virus kuning. Alhasil, kinerja ekspor sayuran pada bulan Juni 2010 pun layu; padahal nilai ekspor sayuran tersebut sempat segar bugar alias naik pada bulan Mei 2010. Menurut data yang dilansir oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag), nilai ekspor sayuran di bulan Juni 2010 lalu sebesar US$ 3.552.113; atau turun 55,2% dibandingkan dengan Mei 2010 yang sempat menembus US$ 7.942.597. Hanya, nilai ekspor sayuran tersebut masih membukukan peningkatan sebesar 5,21% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 3.376.231.“Masalahnya adalah suplai dan harga yang tinggi. Untuk apa ekspor tetapi harus menanggung rugi,” kata Ketua Dewan Holtikultura Nasional,Benny A Kusbini kepada Kontan Online di Jakarta, Kamis (4/8). Akibat virus kuningBenny mengaku, produksi sayuran menyusut akibat virus kuning. Ujung-ujungnya, harga sayuran pun terkerek dan eksportir enggan mengapalkannya ke pasar internasional. “Saya mau saja ekspor, tetapi pembeli di Singapura tidak mau menaikan harganya,” terangnya. Dus, saat ini pasokan sayuran lebih banyak dilepas di pasar domestik karena hitung-hitunggannya masih menguntungkan. Asal tahu saja, penyakit virus kuning termasuk ganas, cepat menyebar dan sangat sulit dikendalikan. Virus ini mudah ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemicia tabaci). Hingga saat ini, tidak ada pestisida yang dapat mengendalikan virus ini dan belum diketahui varietas yang tahan banting terhadap virus ini. Bila tidak dilakukan langkah-langkah pengendalian yang konkret di lapangan, dikhawatirkan menjadi ancaman serius terhadap penurunan produksi. “Dampak virus itu merembet kemana-mana, saya sudah ingkatkan sebelumnya kepada pemerintah tetapi mereka tidak ambil langkah cepat,” keluh Benny. Ekspor sayuran tahun 2010 ini sejak awal tahun mencatat kenaikan dan mengalami penurunan pada bulan Juni. Benny memprediksi penurunan masih akan terjadi sampai dengan September mendatang.