JAKARTA. Per tanggal 26 Juni 2015, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim, progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau Smelter di Gresik, Jawa Timur yang dilakukan PT Freeport Indonesia (FI) baru 13,64%. Hal itu dikatakan Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana. Dia bilang, hal itu dilihat dari proposal permohonan perpanjangan izin ekspor konsentrat yang sudah diserahkan manajemen Freeport ke Kementerian ESDM. "Iya menurut manajemen FI, progress smelter di Gresik mencapai 13,46%,” jelas Dadan kepada KONTAN, Senin (6/7). Namun, jelas Dadan progres tersebut masih harus dikaji Tim Teknis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) untuk meminta dokumen pendukung. Hal itu supaya, progres yang disampaikan oleh Freeport memang benar. Kemungkinan, kata Dadan, parameter dari progres pembangunan Smelter tersebut meliputi, definitive agreement sewa lahan dengan PT Petrokimia Gresik sebagai jaminan kesungguhan pembangunan Smelter senilai US$ 150 juta. Kemudian, kontrak rekayasa dasar dengan Hatch senilai US$ 3,1 juta. Selain itu, kontrak rekayasa early works dengan Chiyoda selaku contractor engineering senilai US$ 1,4 juta. "dan Kontrak rekayasa dasar dengan Mitsubishi Material Co senilai US$ 4,4 juta," tandasnya. Seperti diketahui, pengajuan permohonan perpanjangan izin ekspor konsentrat diatur dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Dalam peraturan itu dinyatakan permohonan perpanjangan paling cepat dilakukan 45 hari dan paling lambat 30 hari sebelum rekomendasi ekspor berakhir. Terkait itu, Direktur Utama Freeport, Maroef Sjamsoeddin mengklaim, progres pembangunan Smelter sudah di atas 13%. "Sekarang sudah mengarah kepada pengolahan lahan. Smelter dibahas (Dengan Komisi VII DPR) dan kita tetap komit akan menyelesaikan 2017," klaimnya di Gedung DPR, Senin (6/7). Dia juga bilang, tetap komit untuk mengeluarkan investasi senilai US$ 2,3 Miliar untuk membangun Smelter di Gresik. "Bukan investasi kecil itu," imbuhnya. Untuk pembangunan Smelter di Papua, Maroef bilang itu urusan Pemerintah Daerah (Pemda). Tapi ia berjanji, nantinya akan bekerjasama untuk suplai konsentrat dalam skema business to business (B to B). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Juni, pembangunan smelter Freeport baru 13,64%
JAKARTA. Per tanggal 26 Juni 2015, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim, progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau Smelter di Gresik, Jawa Timur yang dilakukan PT Freeport Indonesia (FI) baru 13,64%. Hal itu dikatakan Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana. Dia bilang, hal itu dilihat dari proposal permohonan perpanjangan izin ekspor konsentrat yang sudah diserahkan manajemen Freeport ke Kementerian ESDM. "Iya menurut manajemen FI, progress smelter di Gresik mencapai 13,46%,” jelas Dadan kepada KONTAN, Senin (6/7). Namun, jelas Dadan progres tersebut masih harus dikaji Tim Teknis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) untuk meminta dokumen pendukung. Hal itu supaya, progres yang disampaikan oleh Freeport memang benar. Kemungkinan, kata Dadan, parameter dari progres pembangunan Smelter tersebut meliputi, definitive agreement sewa lahan dengan PT Petrokimia Gresik sebagai jaminan kesungguhan pembangunan Smelter senilai US$ 150 juta. Kemudian, kontrak rekayasa dasar dengan Hatch senilai US$ 3,1 juta. Selain itu, kontrak rekayasa early works dengan Chiyoda selaku contractor engineering senilai US$ 1,4 juta. "dan Kontrak rekayasa dasar dengan Mitsubishi Material Co senilai US$ 4,4 juta," tandasnya. Seperti diketahui, pengajuan permohonan perpanjangan izin ekspor konsentrat diatur dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Dalam peraturan itu dinyatakan permohonan perpanjangan paling cepat dilakukan 45 hari dan paling lambat 30 hari sebelum rekomendasi ekspor berakhir. Terkait itu, Direktur Utama Freeport, Maroef Sjamsoeddin mengklaim, progres pembangunan Smelter sudah di atas 13%. "Sekarang sudah mengarah kepada pengolahan lahan. Smelter dibahas (Dengan Komisi VII DPR) dan kita tetap komit akan menyelesaikan 2017," klaimnya di Gedung DPR, Senin (6/7). Dia juga bilang, tetap komit untuk mengeluarkan investasi senilai US$ 2,3 Miliar untuk membangun Smelter di Gresik. "Bukan investasi kecil itu," imbuhnya. Untuk pembangunan Smelter di Papua, Maroef bilang itu urusan Pemerintah Daerah (Pemda). Tapi ia berjanji, nantinya akan bekerjasama untuk suplai konsentrat dalam skema business to business (B to B). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News