Juni, utang pemerintah turun



JAKARTA. Hingga akhir Juni 2013 lalu, nilai utang Pemerintah berada di posisi Rp 2.036,14 triliun. Angka tersebut turun jika dibanding jumlah utang Mei yang mencapai sebesar Rp 2.036,54 triliun.

Dari jumlah utang di bulan Juni tersebut, sebesar Rp 579 triliun berasal dari pinjaman baik dalam maupun luar negeri. Sementara, sebesar Rp 1.457,14 triliun berasal dari penjualan Surat Berharga Negara.Untuk SBN yang telah diterbitkan Pemerintah, sebagian besar merupakan dalam bentuk rupiah yaitu sebesar Rp 1.077,87 triliun. Sedangkan jumlah SBN dalam bentuk valuta asing (valas) yang telah dikeluarkan Pemerintah sebanyak Rp 379,14 triliun.Data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan kemarin (21/7), pada Juni lalu, Pemerintah telah membayar kewajibannya sebesar Rp 30,75 triliun. Sementara sepanjang tahun 2013, jumlah pokok utang dan bunga yang sudah dibayarkan mencapai Rp 135,48 triliun, atau baru mencapai 45,2% dari rencana pembayaran utang yang akan dilakukan tahun ini.Adanya pembayaran utang tersebut sepertinya menjadi penyebab menurunnya jumlah utang Pemeirntah dibanding bulan sebelumnya. Dalam Anggaran Pendapatan dan belanja Negara tahun 2013, total pagu untuk membayar utang Pemerintah mencapai Rp 299,7 triliun.Sebelumnya, Pemerintah menargetkan jumlah rasio total utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Pemerintah mencapai 23%. Lebih rendah dibandingkan rasio utang terhadap PDB tahun 2012 yang mencapai 24%.Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih menilai jumlah utang tersebut masih dalam tahap aman. Sehingga tidak akan berdampak buruk terhadap kesehatan fiskal Pemerintah. Meskipun jika dibandingkan jumlah utang Pemerintah di tahun lalu, memang jumlahnya jauh lebih besar. Di tahun 2012 lalu, total utang Pemerintah mencapai Rp 1.977,71 triliun."Melihat utang pemerintah memang tidak bisa hanya berdasarkan jumlahnya, melainkan dari rasionya yang mengalami penurunan," kata Lana, Senin (22/7).Selain itu, tambah Lana, sebagian utang Pemerintah memang dilakukan untuk menambal defisit APBN. Yaitu, untuk membiayai defisit yang diakibatkan membengkaknya kebutuhan subsidi energi, bahan bakar minyak (BBM).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie