Juragan Berganti, Latinusa Incar Pasar Australia dan Selandia Baru



JAKARTA. PT Pelat Timah Nusantara Tbk (Latinusa) rupanya memiliki rencana jangka panjang pasca berganti juragan. Pasalnya, konsorsium asal Jepang yang menamakan diri sebagai Nippon Steel Consortium ini akan menjadi batu pijakan Latinusa menggapai pasar timah Australia dan Selandia Baru pada tahun 2015. Selama ini, Latinusa lebih fokus pada pasar timah dalam negeri dan hanya mengekspor 5 % produksinya.

Permintaan timah untuk pasar Australia dan Selandia Baru memang masih terbuka lebar, yaitu 200.000 ton- 250.000 ton per tahun. Direktur Keuangan Latinusa Erwin mengatakan, Latinusa bermaksud membangun sebuah pabrik baru lagi. Tujuannya demi menambah kapasitas produksi guna menyuplai kebutuhan Timah untuk Australia dan Selandia Baru.

Untuk pasokan bahan baku, kehadiran Nippon Steel Corp. sebagai pemegang saham mayoritas membuat Latinusa tak khawatir. Maklum, selama ini Latinusa selalu kekurangan bahan baku sehingga produksi menjadi maksimal. "Jadi bukan karena kami tidak bisa memproduksi, tapi karena bahan bakunya kurang," kata Erwin.


Sebelumnya pasokan bahan baku Latinusa 10% berasal dari Krakatau Steel, dan 90 % impor dari Jepang. Dengan diakuisisinya Latinusa oleh konsorsium Nippon Steel, Erwin menyatakan mereka bisa mengantongi bahan baku dengan harga negosiasi.

Erwin menyatakan, dengan mengakuisisi Latinusa, empat juragan baru itu tak perlu lagi membuang biaya distribusi timah langsung dari Jepang ke Selandia Baru dan Australia. Sebaliknya, mereka cukup meningkatkan kapasitas produksi Latinusa dan memasok untuk kedua negara itu dari Indonesia.

Setelah terdilusi penawaran saham baru atau IPO, status Krakatau Steel sebagai pemegang saham mayoritas tergantikan oleh Nippon Steel Corp. Perusahaan baja terbesar kedua di dunia itu memegang 35% saham Latinusa, dan diikuti oleh Krakatau Steel dengan porsi 20,1%, Mitsui Co.,Ltd sebesar 10%, Nippon Steel trading Ltd sebesar 5%, Metal One Corporation sebesar 5 % dan PT Baruna Inti Lestari sebesar 4,9%. Sisanya akan dimiliki oleh pemegang saham publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan