JAKARTA. Rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, membayangi perekonomian negara berkembang. Tak terkecuali Indonesia. Namun, Bank Indonesia (BI) mengaku telah menyiapkan beberapa amunisi untuk mengantisipasi dampak kenaikan Fed Rate.
Pertama, BI telah sepakat dengan otoritas jasa keuangan seperti Kementerian Keuangan (Kemkeu), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kepolisian RI soal standar operasional prosedur (SOP) transaksi lindung nilai atawa
hedging. Pedoman SOP tentang lindung nilai ini antara lain mengatur, jika ada selisih atau kekurangan yang muncul akibat transaksi
hedging BUMN, itu bukan kerugian negara, tapi disebut sebagai biaya.
Sedangkan jika ada kelebihan yang ditimbulkan akibat transaksi
hedgingBUMN, hal itu tidak disebut sebagai keuntungan atau profit, melainkan sebagai pendapatan. Dengan keluarnya pedoman SOP
hedging diharap transaksi lindung nilai bisa segera diterapkan. Perusahaan BUMN tak ragu lagi melakukan transaksi
hedging. Sebab,
hedging bisa mengurangi tekanan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Tekanan The Fed tersebut bisa menyebabkan rupiah melemah. Nah, bila tidak dilakukan
hedging, maka risiko yang ditimbulkan bisa menjadi ancaman stabilitas makro.
Kedua, BI telah menerapkan perpanjangan tenor swap
hedging. Sebelumnya, tenor
swap hedging berlaku selama tiga bulan, enam bulan, dan 12 bulan. Dalam beleid terbaru di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/19/PBI/2014 tentang Transaksi Swap lindung Nilai kepada BI yang berlaku sejak 17 September 2014, membolehkan tenor disesuaikan dengan sisa jangka waktu kontrak lindung nilai Agar investor tak keluar Artinya, bila dalam jangka waktu kontrak lindung nilai memiliki periode tiga tahun maka
swap hedging bisa diperpanjang hingga tiga tahun. Tapi, dengan catatan, perpanjangan tersebut paling singkat dilakukan per tiga bulan dan paling lama tiap 12 bulan. Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, aturan yang diterbitkan BI adalah untuk memperdalam pasar domestik agar investor tidak mudah keluar dari Indonesia dengan membawa dolarnya sehingga rupiah semakin lemah. Sebab, penguatan dollar yang akan melemahkan semua mata uang, termasuk rupiah, sulit dihindari Persoalannya adalah investor tidak punya pilihan beragam untuk masuk ke pasar dalam negeri. Karena itu BI memperpanjang tenor
swap hedging agar jadi pilihan bagi investor. Peter bilang, BI ingin memperdalam pasar valas Indonesia yang setiap harinya cuma sebesar US$ 5 miliar. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia yang setiap hari volume transaksi valasnya mencapai US$ 12,7 miliar dan US$ 11 miliar. Alhasil, bila ada tekanan, pasar Indonesia rentan dan rupiah bisa melemah. "Kalau rupiah tertekan, dampaknya ke mana-mana," ujar Peter, ketika dihubungi KONTAN, Jumat (19/8).
Namun, untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed, BI tak cukup hanya melakukan pendalaman pasar. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pekerjaan rumah lain, di antaranya, mengurangi impor minyak, menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan defisit transaksi berjalan. Mirza bilang, berbagai pekerjaan rumah ini harus cepat dibenahi agar tekanan yang timbul akibat The Fed lebih ringan. "Negara berkembang yang kondisi makronya belum baik, salah satunya Indonesia, tekanannya akan lebih terasa," terang Mirza. Meski menguat di hari Jumat (20/9) Rp 11.970, tapi Kamis (18/9), nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp 12.030. Pelemahan ini dipicu rencana kenaikan suku bunga The Feddi tahun depan. Kata Mirza, rentang nilai tukar rupiah sebenarnya di Rp 11.600 – Rp 11.900 per dollar AS. Itu rentang kurs yang cocok untuk menurunkan impor dan mendorong ekspor. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia