KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO) menghadapi sejumlah tantangan dari kondisi global saat ini seperti perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga komoditas, hingga melonjaknya biaya logistik. Pasalnya, ada beberapa bahan baku yang digunakan CPRO dipasok dari luar negeri. Direktur Utama Central Proteina Prima Hendri Laiman mengatakan, tantangan geopolitik sangat berimbas cukup berat untuk bisnis CPRO karena pihaknya mengandalkan sejumlah komoditas. Namun, masalah utama yang dampaknya paling terasa terhadap bisnis CPRO ialah kondisi cuaca La Nina. Sumber bahan baku utama CPRO salah satunya adalah bungkil kedelai dari Amerika yang mengalami hambatan produksi sehingga harganya naik cukup signifikan hampir 70% dibandingkan normal.
“Walaupun hari ini (harganya) sudah mulai turun, tetapi penurunan harga itu juga dibarengi dengan kenaikan harga ongkos angkut dari lokasi sana (Amerika) ke Indonesia karena dipengaruhi oleh naiknya harga bahan bakar minyak (BBM),” kata Hendri dalam paparan publik di Jakarta, Rabu (20/7).
Baca Juga: Central Proteina Prima (CPRO) Terus Menggali Pasar Ekspor Sejumlah tantangan ini otomatis berimbas juga pada kenaikan harga bahan baku yang digunakan CPRO. Secara rata-rata kenaikan harga bahan baku sudah tumbuh bervariasi tergantung dari jenis produknya. “CPRO punya banyak produk yang komposisi penggunan bahan baku impor dan lokalnya berbeda-beda,” terangnya. Namun, lanjut Hendri, bahan baku lokal harganya juga naik karena beberapa bagian dari bahan baku lokal juga diekspor. Begitu harga komoditas naik, itu juga membuat biaya produksi menjadi naik. “Tetapi semua sudah dihitung kenaikan yang telah kami lakukan berkisar 5% hingga 10% tergantung dari cost produksi kita,” ungkapnya. Hendri menyebutkan, tantangan ke depan memang lebih terlihat dari daya beli masyarakat yang ada. Tetapi dengan dilonggarkannya pergerakan masyarakat membuat permintaan produk akhir petani yang menjadi pelanggan CPRO menjadi meningkat. Oleh karenanya, penjualan masih bisa stabil dan dijaga. Di sisi lain, dengan adanya tantangan cuaca, produk budidaya udang cukup terganggu. Pasalnya, banyak petambak yang menunda budidaya sampai situasi membaik. “Market di industri ini turun cukup banyak sekitar 10%-15%, ini cukup tinggi secara market total untuk udang,” ujar Hendri. Kendati begitu, CPRO tetap dapat mengkaver penurunan tersebut dari segmen bisnis pakan hewan peliharaan (pet food) yang masih tumbuh berkisar 10%-15%. Inilah yang menjaga kinerja CPRO sampai dengan kuartal I 2022 dan semester I 2022. Sampai pada kuartal I 2022, CPRO telah membukukan penjualan sebesar Rp 1,98 triliun atau meningkat 6% dari penjualan kuartal pertama tahun 2021 sebesar Rp 1,87 trilliun. Seiring dengan naiknya penjualan, pencapaian EBITDA pada kuartal I 2022 mencapai Rp 230 miliar atau naik 10% dari Rp 206 miliar pada tahun 2021. Peningkatan EBITDA ini melanjutkan tren perbaikan hasil kinerja CPRO dalam beberapa tahun terakhir, di mana EBITDA pada tahun 2021 sebesar Rp 953 miliar juga meningkat 18% dari pencapaian EBITDA tahun 2017 sebesar Rp 810 miliar. Untuk mengantisipasi dampak dari kondisi pasar di Amerika, CPRO juga mengalihkan pasar tujuan ekspor ke pasar yang lebih dekat yakni ke Asia. “Jadi kami mengurangi penjualan ke Amerika dan Eropa kami geser ke Asia seperti Australia, mendekati yang lebih mudah dijangkau,” ujarnya. Hendri menjelaskan, biasanya CPRO mengirimkan produk ke Amerika Serikat (AS) butuh 40 hari, namun dengan kondisi saat ini pengiriman bisa mencapai 80 hari. Menurutnya, aral melintang ini cukup menganggu working capital sehingga perluas pasar ke Asia Tenggara menjadi pilihan yang paling baik untuk memaksimalkan working capital yang ada.
Walaupun banyak tantangan, CPRO tetap optimistis dapat mengejar pertumbuhan penjualan 5% hingga 10% sepanjang 2022. Pendapatan CPRO di tahun ini diproyeksikan mencapai Rp 8,4 triliun hingga Rp 8,8 triliun. Penjualan ini dominan dari penjualan pakan, terutama peningkatan penjualan pakan hewan kesayangan dan pakan budidaya perikanan. Adapun perolehan EBITDA diproyeksikan bisa mencapai Rp 950 miliar hingga Rp 1 triliun. Perihal laba bersihnya, Hendri yakin, keuntungan akan lebih baik di tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.
Baca Juga: Central Proteina Prima Tambah Kapasitas Produksi Makanan Boga Bahari Dua Kali Lipat Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat