KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah berupaya menggeber pembangunan jaringan gas (jargas). Terbaru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ingin menggandeng badan usaha swasta
dalam pembangunan jaringan gas (jargas). Lewat ikhtiar itu, pemerintah berharap agar target 2,5 juta sambungan rumah tangga (SR) bisa direalisasi hingga tahun 2024. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah bakal merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi Melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil.
Revisi dilakukan agar badan usaha swasta dapat juga membangun jargas kota untuk masyarakat menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “
Dengan pengaturan perpres yang ada kan KPBU enggak masuk dalam skema. Nah sekarang perpresnya akan direvisi sehingga KPBU bisa jalan,” ujar Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (13/10). Baca Juga: Pemerintah Tingkatkan Sambungan Jaringan Gas Rumah Tangga untuk Tekan Subsidi LPG Selain menggandeng swasta, Kementerian ESDM juga menyiapkan strategi lain. Salah satunya dengan kembali menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan mengandalkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk membiayai pembangunan jargas. Di samping itu, ada pula rencana untuk mematok harga gas dari hulu sebesar US$ 4,72 per
million british thermal unit (mmbtu). Tujuannya untuk mendorong minat badan usaha agar tertarik bisa membangun jargas. “Dengan adanya ini kita bisa mengeroyok target itu. Jadi selain porsinya PGN, nanti KPBU ada, nah kita juga dari ESDM kita harapkan nanti ada anggaran dari APBN yang kita harapkan dari PNBP kita bisa dipakai untuk membangun jaringan gas, sehingga dengan keroyokan itu ramai-ramai targetnya bisa banyak,” kata Arifin. Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Rachmat Hutama mengatakan, pihaknya tengah melakukan koordinasi intensif dengan pemerintah dalam membahas strategi dan upaya pencapaian revisi target jargas. Ia berujar, PGN menyambut baik opsi skema gotong royong, baik dari KPBU dan dari badan usaha lain, termasuk swasta serta strategi lainnya untuk dapat bersama mencapai target pembangunan jargas 2024. “PGN mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang berencana untuk merevisi perpres dan memastikan harga hulu untuk jargas mendapatkan alokasi khusus sebesar US$ 4,72 per mmbtu. Hal ini tentunya akan memberikan angin segar untuk keekonomian bisnis jargas ke depan,” ujar Rachmat saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/10). Seperti diketahui, PNBP sektor ESDM memang lagi moncer belakangan ini. Data Kementerian ESDM menunjukkan,
PNBP sektor ESDM mencapai Rp 351 triliun di tahun 2022 atau 138% dari target sebesar Rp 254 triliun. Angka tersebut naik bila dibandingkan PNBP ESDM tahun 2021 sebesar Rp 184 triliun.
Sementara itu, di tahun berjalan 2023, PNBP sektor ESDM telah mencapai Rp 224 triliun per 12 Oktober 2023. Program pembangunan jargas sendiri merupakan proyek pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024, pembangunan jargas termasuk salah satu proyek strategis nasional. Ini merupakan upaya pemerintah meningkatkan pemanfaatan gas untuk dalam negeri, mengurangi impor LPG sebesar 603.720 ribu ton per tahun, penghematan subsidi LPG sebesar Rp 297,55 miliar per tahun, serta menghemat pengeluaran energi masyarakat Rp 386 miliar per tahun. Jargas juga diharapkan mengurangi defisit neraca perdagangan migas mencapai Rp 2,64 triliun per tahun. Mulanya, pemerintah menargetkan target sambungan jargas sebanyak 4 juta SR di tahun 2024. Hanya saja, target ini kemudian direvisi menjadi 2,5 juta SR di 2024 lantaran capaian realisasi jargas yang baru mencapai 800.000-an SR.
Baca Juga: Perkuat Infrastruktur, PGN Pasok 550 BBTUD Gas Bumi untuk Wilayah Jawa Bagian Barat Asal tahu, menukil pembertiaan Kompas.tv (12/10), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, realisasi proyek jaringan gas untuk sambungan ke rumah-rumah sejauh ini baru mencapai 835.000 rumah. Sebanyak 594.000 di antaranya didanai pemerintah, sedang 241.000 lainnya dari Perusahaan Gas Negara (PGN). “Kan targetnya semula 4 juta rumah, cuma dengan capaian sekitar 800.000, ini target 4 juta pada 2024 sulit tercapai. Jadi dari 835.000 sambungan sekarang diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 2,5 juta pada 2024,” ujarnya dalam konferensi pers usai Rapat Internal di Istana Merdeka, Kamis (12/10) sebagaimana diberitakan Kompas.tv. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menduga realisasi pembangunan jargas yang berjalan lambat terjadi karena program ini tidak lagi dibiayai oleh APBN 2 tahun belakangan. “Dana APBN jargas dialihkan untuk membangun infrastruktur pipa ruas Cisem (cirebon-semarang). Akibatnya, upaya untuk mengejar target jargas ini jalan di tempat,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/10). Menurut Mulyanto, skema KPBU bisa menjadi opsi yang masuk akal untuk mengejar target pembangunan jargas seraya tetap menjaga pengeluaran APBN yang optimal. Ini dengan catatan bahwa harga gas alam per satuan volume untuk pengguna keluarga ditetapkan di angka yang cukup menarik dibanding harga gas LPG non subsidi. Terlebih, jika harganya bisa ditetapkan mendekati harga gas melon 3 kg bersubsidi. Sebab, menurut Mulyanto, pangsa jargas yang mengarah pada keluarga menengah atas yang jumlahnya terbatas lantaran harganya yang masih kurang menarik bagi masyarakat secara umum. “Selain itu (sebaiknya) dengan harga tersebut (harga yang menarik ke pengguna) masih tetap ada margin yang menarik bagi penyalur gas alam. Kombinasi peningkatan di sisi supply dan demand ini diperkirakan dapat mendorong pencapaian target jargas tersebut,” terang Mulyanto.
Baca Juga: Dewan Energi Nasional Dukung Pemanfaatan Jargas untuk Tekan Impor LPG Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai, lambatnya realisasi proyek jargas terjadi karena masalah keekonomian proyek. Biang keroknya dua: volume kebutuhan yang kecil serta harga yang boleh jadi belum menarik dalam hitungan bisnis.
“
Jargas ini kan seringkali investasinya lebih besar dibanding besar dibanding potensi marginnya karena volumenya enggak terlalu besar, apalagi ditambah dengan harganya yang masih belum keekonomian” kata Komaidi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/10). Oleh karenanya, Komaidi menilai bahwa intervensi pemerintah diperlukan untuk menyukseskan proyek jargas. “
Kalau ada intervensi jaminan dari pemerintah melalui APBN harusnya sih lebih baik atau potensinya lebih bisa jalan. tapi kalau diserahkan ke B2B kayaknya lama, karena kan memang marginnya enggak begitu signifikan,” terang Komaidi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat