Jurus Kemdag batasi impor pangan



JAKARTA. Pemerintah menggodok upaya pengendalian impor pangan melalui skema kuota dan tarif. Kebijakan baru yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan impor ini rencananya akan diberlakukan untuk empat komoditas pangan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan (Kemdag) Oke Nurwan bilang, pembahasan kebijakan kuota tarif impor pangan ini terus dilakukan dengan pemangku kepentingan lain. "Intinya dari Kemdag ada empat komoditas yang akan dilakukan pembatasan lewat kuota tarif," katanya, akhir pekan lalu.

Namun Oke masih enggan menyebut keempat komoditas pangan tersebut. Berdasarkan penelusuran KONTAN, komoditas pangan yang saat ini masih sangat bergantung pada impor adalah daging sapi, gula, kedelai, dan gandum. Sedangkan jagung yang sebelumnya juga impor, mulai tahun ini ditutup.


Penerapan skema kuota dan tarif ini menurut Oke masih membutuhkan pembahasan panjang. Pasalnya, selain mempertimbangkan besaran kuota dan nilai tarif yang akan diterapkan, pemerintah juga harus juga mempertimbangkan faktor kerja sama perdagangan yang sudah dijalankan dengan negara lain. Hal ini penting agar Indonesia tak lagi terbelit kasus gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).

Tidak bagi China

Menurut Oke, untuk negara yang sudah meneken perjanjian perdagangan dengan Indonesia, maka tidak bisa lagi diterapkan kebijakan ini. Beberapa negara itu antara lain adalah ASEAN dan China. Namun begitu untuk komoditas pangan yang masih diimpor Indonesia dari ASEAN dan China, seperti komoditas hortikultura seperti buah dan sayuran yang tidak diproduksi dalam negeri, masih bisa dilakukan pembatasan lewat kuota dan tarif ini.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan, mekanisme pengendalian impor pangan melalui kombinasi kebijakan tarif dan kuota memang sedang dikaji lintas kementerian di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Memang rencananya akan ada kombinasi antara kuota dan tarif, tapi kami masih akan melihat formulanya," ujarnya.

Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian (Kemperin) Harjanto mengatakan, selama ini jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memiliki perlindungan perdagangan yang lebih sedikit.

Untuk kebijakan anti dumping misalnya, menurut Harjanto, Indonesia hanya menerapkan terhadap 48 jenis produk. Padahal di negara-negara maju seperti Uni Eropa kebijakan serupa jumlahnya dapat mencapai 287 produk, Amerika Serikat sebanyak 229 produk, Cina sebanyak 101 produk dan India 280 produk.

Oleh karena itu, pembatasan impor empat komoditas pangan ini mestinya tidak menimbulkan kekisruhan dalam kancah perdagangan internasional seperti yang terjadi antara Indonesia dengan AS dan Selandia Baru terkait pembatasan sejumlah komoditas pangan.

Hal senada diungkapkan pengamat pertanian Khudori. Menurutnya penetapan pembatasan impor pangan dengan memasukkan instrumen tarif impor bisa lebih adil bagi para semua pelaku usaha. Sebab selama ini dengan hanya menerapkan kuota impor saja, hasilnya tidak efektif. Apalagi dengan tidak adanya publikasi yang baik, membuat masyarakat menilai ada jual beli kuota dari praktek impor tersebut.

Adanya tarif impor bisa membuat importir pangan menerapkan prinsip kehati-hatian menjalankan bisnisnya dan memegang komitmen merealisasikan kuota yang diberikan pemerintah. Sebab selama ini importir cenderung lebih semangat mendapatkan kuota impor tapi dalam prakteknya kerap tidak tercapai dengan berbagai alasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini