KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), pada kuartal ketiga 2017 tumbuh 4,84%
year on year (YoY). Pertumbuhan ini menjadi pertumbuhan industri pengolahan tertinggi sejak kuartal ketiga 2014.
Menilik data BPS, industri pengolahan di kuartal ketiga 2014 tumbuh 4,61% YoY. Padahal di pada kuartal kedua 2014 ke belakang, pertumbuhan industri masih bisa melebihi angka 5% YoY.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, perbaikan kinerja sektor manufaktur masih terbatas. Sebab, perbaikannya dipengaruhi oleh harga komoditas yang sedang tinggi, seperti CPO dan logam dasar.
Pihaknya memperkirakan, industri pengolahan yang berbasis komoditas dapat tumbuh lebih baik.
"Dan dengan dukungan kebijakan pemerintah atas larangan ekspor
raw materials akan membantu industri-industri tersebut menghasilkan produk-produk dengan nilai tambah lebih tinggi dan menjadi tidak terlalu sensitif dengan perubahan harga komoditas dunia," kata Dody kepada Kontan.co.id, Selasa (7/11).
Tak hanya itu, prospek industri pengolahan yang berbasis non komoditas juga akan membaik. Beberapa subsektor masih berpeluang meningkat lagi. Misalnya, industri produk kimia, tekstil, alas kaki, dan lain-lain.
Namun menurut Dody, untuk meningkatkan lagi pertumbuhan industri ini, diperlukan dukungan kebijakan-kebijakan dari otoritas dalam menciptakan iklim berusaha yang semakin baik. "Kebijakan apa saja? tentunya terkait dukungan atas perbaikan faktor produksi, yaitu modal, tenaga kerja, dan produktivitas," tambah dia.
Di sisi lain, Dody melihat naiknya peringkat kemudahan dalam berusaha Indonesia atau
Ease of Doing Business (EoDB) untuk Indonesia yang diumumkan
World Bank naik ke posisi 72 di tahun ini, menjadi indikasi kuat dukungan kepada investasi yang semakin baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto