Jurus pemerintah mengerem defisit anggaran



JAKARTA. Pemerintah sudah mengambil ancang-ancang terhadap ancaman pelebaran defisit anggaran. Pasalnya, penerimaan negara diperkirakan tidak akan mencapai target yang ditetapkan hingga akhir tahun.

Di sisi lain, kebutuhan belanja tidak bisa dikurangi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menteri koordinator (Menko) bidang perekonomian Darmin Nasution bilang, untuk menjaga defisit yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 222,5 triliun atau 1,9%.

Sementara proyeksi penerimaan perpajakan diperkirakan akan shortfall sebesar Rp 112,5 triliun dari target sebesar Rp 1.294,2 triliun. Sementara penerimaan dari Bea dan Cukai diperkirakan shortfall sebesar Rp 9,6 triliun dari target Rp 194,9 triliun.


Agar tidak membuat defisit anggaran melebar, pemerintah akan mengandalkan sisi pembiayaan. Sebab, pemerintah tidak ingin memangkas target belanja negara. "Harus ada pembiayaan (tambahan)," ujar Darmin, akhir pekan ini.

Pemerintah mematok pembiayaan tahun ini sebesar Rp 222,5 triliun yang terdiri pembiayaan utang sebesar Rp 279,4 triliun dan untuk non utang Rp -56,9 triliun. Nah untuk pembiayaan utang dilakukan dengan cara menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 297,7 triliun, pinjaman dalam negeri neto Rp 1,6 triliun dan pinjaman luar negeri Rp -20 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu Askolani bilang untuk defisit tidak akan melebar terlalu besar karena biasanya belanja negara juga tidak selalu 100%. Bahkan, untuk tahun ini belanja negara bisa saja di bawah 90%, karena ada beberapa program yang berpotensi tidak terserap seluruhnya.

Beberapa program yang sulit menyerap anggaran seluruhnya itu antara lain program dana desa yang sampai kini terkendala. Juga program pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang baru mulai berjalan pada sekitar bulan September 2015.

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam bilang, menggenjot pembiayaan sangat mungkin dilakukan. Apalagi, kondisi pasar yang membaik juga menguntungkan karena yield SBN bisa saja turun melihat perkembangan rupiah yang mulai berbalik arah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto