KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri minyak dan gas (migas) masih menjadi ladang yang potensial untuk mendulang cuan. Tengok saja kiprah PT Sunindo Pratama Tbk (SUNI) yang menorehkan kinerja cemerlang sepanjang paruh pertama tahun ini. Top line dan bottom line kompak menanjak, hingga mencapai rekor perolehan laba tertinggi sejak SUNI berdiri. Adapun, perusahaan ini berdiri sejak September 2002. SUNI bergelut pada aktivitas penunjang migas, terutama di bisnis seamless pipes atau Oil Country Tubular Goods (OCTG) tubing. SUNI memproduksi dan mendistribusikan sejumlah produk dan jasa. Antara lain OCTG tubing dan casing, wellhead dan christmas tree, drill bit, completion equipment, wellhead installation dan maintenance services.
Performa bisnis SUNI ditopang anak usahanya, PT Rainbow Tubulars Manufacture (RTM). Perusahaan ini menjadi pionir manufaktur OCTG tubing di Indonesia dengan standar American Petroleum Institute (API)-5CT serta telah mencapai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Secara kinerja, SUNI meraup penjualan sebesar Rp 522,39 miliar pada semester I-2024. Penjualan SUNI melejit 98,44% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang kala itu Rp 263,24 miliar. Lonjakan top line ini mendongkrak bottom line, sehingga SUNI mampu meraih laba bersih sebesar Rp 124,17 miliar. Meroket setinggi 178,65% dibandingkan keuntungan Rp 44,56 miliar pada semester I-2023.
Baca Juga: Sunindo Pratama (SUNI) Catatkan Kinerja Positif di Semester I-2024. Direktur Keuangan Sunindo Pratama Freddy Soejandy mengungkapkan rekor perolehan laba bersih SUNI pada semester I-2024 itu telah melewati target yang dicanangkan untuk tahun ini. SUNI memproyeksikan bisa meraup penjualan sebesar Rp 923,6 miliar dan laba bersih Rp 109,3 miliar pada tahun 2024. Jumlah itu mencerminkan pertumbuhan masing-masing 21,14% dan 8% dibandingkan capaian tahun 2023. Freddy menyampaikan, kinerja SUNI pada paruh pertama tahun ini ditopang oleh penjualan produk OCTG tubing yang diproduksi sendiri. Penjualan SUNI juga ditopang segmen OCTG casing serta wellhead dan christmas tree melalui trading. "Ke depan, kami tetap berfokus pada produk-produk tersebut. Tapi kami juga sedang mengembangkan produk-produk lain," ungkap Freddy kepada Kontan.co.id, Jum'at (6/9). Sampai dengan Juni 2024, SUNI menjual sebanyak 10.100 ton OCTG tubing, atau meningkat sebesar 65,1% dibanding periode yang sama tahun lalu. Volume penjualan OCTG tubing mencapai 50,3% dari target tahun 2024. Kemudian, volume penjualan OCTG casing SUNI melonjak sebanyak 418 kali hingga Juni 2024 menjadi 5.500 ton. Sedangkan penjualan wellhead & christmas tree yaitu peralatan yang terpasang di atas sumur migas ketika fase produksi, mencapai 27 unit hingga Juni 2024. Dalam keterangan sebelumnya, Direktur Utama Sunindo Pratama Willy Johan Chandra membeberkan lonjakan kinerja ini sejalan dengan implementasi langkah-langkah strategis SUNI pada tahun 2024. SUNI mengejar pertumbuhan bisnis dari potensi captive market Indonesia untuk produk seamless pipes atau OCTG tubing. "Keberhasilan memenangkan tender-tender yang signifikan memberikan peluang bagi Perseroan untuk dapat meningkatkan kinerjanya dan menjamin keberlangsungan usaha ke depannya," ungkap Willy. SUNI pun aktif mengejar kontrak anyar. Terbaru, SUNI memenangkan tender dari PT Pertamina EP dengan nilai US$ 3,79 juta untuk pengadaan casing low grade 7 inch dan pengadaan casing low grade (TFC Tahap II) dengan nilai US$ 1,61 juta. SUNI ditetapkan sebagai pemenang pada 26 Juni 2024, sedang tender yang kedua pada 3 Juli 2024. Transaksi ini diharapkan akan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja operasional dan keuangan pada tahun 2024 dan 2025. Peluang dari target 1 juta barel minyak SUNI akan terus memperluas pasar dengan menyasar perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Saham (KKKS)sebagai konsumen atau end user pengguna produk. SUNI pun membidik peluang dari target pemerintah yang ingin mencapai produksi siap jual (lifting) 1 juta barel per hari pada tahun 2030. Saat ini, produksi migas di Indonesia mencapai sekitar 600.000 barel per hari. Sehingga untuk mencapai target tersebut, akan ada peningkatan aktivitas pengeboran sumur-sumur migas di Indonesia. "Diharapkan dapat ikut meningkatkan permintaan terhadap produk-produk kami," kata Freddy.
Baca Juga: Menang Tender Dari Pertamina EP, Sunindo Pratama Optimis Capai Target Pendapatan 2024 Apalagi, RTM saat ini diklaim sebagai satu-satunya produsen tubing di Indonesia. Adanya aturan mengenai syarat TKDN membuat peluang RTM sebagai produsen lokal semakin terbuka untuk memenuhi permintaan pasar. "Demikian pula permintaan casing diharapkan dapat terus meningkat sehingga SUNI berusaha untuk mendapatkan tender-tender dari KKKS," ungkap Freddy. Sebagai upaya mengejar peluang tersebut, SUNI menggelar ekspansi dengan membangun Plant II untuk meningkatkan kapasitas produksi in-house milik RTM di Batam. Fasilitas Plant II RTM ini ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2025. Melalui ekspansi ini, SUNI mengejar peningkatan kapasitas produksi tubing dari 25.000 - 30.000 ton menjadi 60.000 - 70.000 ton per tahun. Selain itu, SUNI juga dalam proses penyelesaian proses sertifikasi API/TKDN untuk workshop di anak perusaahaan yang lain, yakni PT Petro Synergy Manufacture (PSM) untuk produk wellhead dan christmas tree. Guna memuluskan rencana di RTM dan PSM tersebut, pada tahun ini SUNI menganggarkan belanja modal (capex) sebesar Rp 327,4 miliar. Hingga semester I-2024, SUNI telah menyerap capex sebesar Rp 82,6 miliar, terutama untuk pembelian mesin dan proses awal konstruksi Plant II RTM. Harga saham melonjak 80% Harga saham PT Sunindo Pratama Tbk (SUNI) sedang turun dalam lima hari beruntun pada pekan ini. SUNI menutup perdagangan Jum'at (6/9) dengan pelemahan 1,37% ke level Rp 720 per saham. Pergerakan saham SUNI sedang melandai, usai melonjak sejak bulan April 2024. Jika diakumulasi secara year to date, harga saham SUNI sudah melopat setinggi 80%, dengan posisi tertinggi di level Rp 825 per saham pada bulan lalu. Jika dibandingkan dengan harga penawaran umum perdana saham alias Initial Public Offering (IPO) sebesar Rp 300 per saham, maka posisi harga saat ini mencerminkan kenaikan 140%. SUNI masih tergolong saham anyar, yang mana baru tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 9 Januari 2023. Kala itu, SUNI melepas sebanyak 600 juta saham atau setara 24% kepemilikan ke publik. Lewat aksi ini, SUNI meraup dana segar sebesar Rp 180 miliar.
Merujuk RTI Business, hingga 31 Agustus 2024 pemegang saham terbesar sekaligus pengendali SUNI adalah Soe To Tie Lin dengan kepemilikan 64,60%. Direktur Utama SUNI, Willy Johan Chandra menggenggam 11,40% saham, dan kepemilikan publik masih sebesar 24%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat