Kabar baik! Reksadana bisa mengemas satu efek



JAKARTA. Varian produk reksadana bakal bertambah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan aturan yang memungkinkan manajer investasi mengelola reksadana dengan aset dasar satu efek sukuk atau surat utang jangka menengah (MTN) syariah. "Sehingga apabila ada perusahaan menerbitkan sukuk atau MTN, bisa langsung ditangkap oleh reksadana," ujar Fadilah Kartikasasi, Direktur Pasar Modal Syariah OJK, Jakarta.

Produk ini berbeda dengan reksadana kontrak investasi kolektif (KIK) biasa. Sebelumnya, aset dasar berupa efek yang diterbitkan oleh satu pihak dibatasi maksimal 20% dari Nilai Aktiva Bersih (NAB). "Nantinya manajer investasi juga bisa mengemas sukuk atau MTN syariah yang diterbitkan oleh perusahaan non-publik," kata Fadilah.

Ketentuan ini masuk dalam revisi peraturan IX.A.13 terkait penerbitan reksadana syariah. Draf beleid tersebut menyebut, sukuk yang dapat dikemas dalam reksadana merupakan sukuk yang diterbitkan pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), perusahaan yang mayoritas saham atau seluruhnya milik BUMN, perusahaan publik, serta perusahaan yang sebagian besar atau seluruh sahamnya milik oleh emiten atau perusahaan publik tersebut. Bisa sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan induk dan pembina usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).


Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida menambahkan, aturan ini tengah tahap finalisasi dan ditargetkan terbit Juni 2015. "Saat ini masih mengantre dalam proses pembahasan," ujar Nurhaida.

Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan, melalui aturan ini investor bisa menikmati pajak atas bunga obligasi yang lebih murah sekitar 5% dibandingkan apabila masuk langsung ke sukuk yang sebesar 15%. Sehingga investor akan diuntungkan.

Direktur Sinarmas Asset Management Jamial Salim optimistis, aturan ini akan menjembatani keterbatasan aset dasar berbasis syariah. Senada, Direktur Panin Asset Management Ridwan Soetedja mengatakan, manajer investasi akan semakin mudah mengelola produk. "Dampaknya positif karena instrumen syariah selama ini terbatas," ujar Ridwan.

Namun, Fadilah mengakui produk ini berisiko lebih tinggi dibandingkan lainnya lantaran tidak terdiversifikasi. "Oleh karena itu manajer investasi harus memahami sukuk yang menjadi aset dasar," ujar Fadilah. Risiko reksadana ini menyerupai investasi langsung pada efek sukuk.

Reksadana satu efek juga lebih volatil akibat fluktuasi harga underlying asset serta perubahan kondisi fundamental emiten. "Efek diversifikasi yang selama ini menjadi salah satu keuntungan berinvestasi di reksadana tak dapat diperoleh investor reksadana dengan underlying asset yang hanya berupa satu efek saja," tutur Vilia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa