KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar baik bagi industri perbankan, porsi kredit UMKM kini tak perlu mengejar minimal 30% dari total kredit. Kewajiban tersebut tak akan ada dalam Rancangan POJK UMKM yang kini tengah disusun oleh OJK. Seperti diketahui, Pemerintah sebelumnya menargetkan minimal 30% kredit dari perbankan disalurkan untuk segmen UMKM. Alih-alih mencapai target, beberapa bank justru tercatat mengalami penyusutan porsi kredit UMKM di saat risiko segmen tersebut sedang naik-naiknya. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae pun memastikan bahwa dalam RPOJK UMKM yang sedang disusun, tidak terdapat kewajiban bagi LJK untuk memiliki porsi kredit UMKM sebesar 30% dari total kredit.
Adapun, Dian menyebutkan beberapa hal yang diatur dalam rancangan beleid ini mengenai penyusunan skema khusus untuk pembiayaan kepada UMKM, pemanfaatan dukungan perangkat penilaian kredit (credit scoring), serta evaluasi berkala terhadap suku bunga kredit/marjin pembiayaan UMKM. Baca Juga:
Praktik Bisnis Berkelanjutan di BSI, dari Pembiayaan Hijau Sampai Daur Ulang Sampah Selain itu, diatur pula kewajiban bagi LJK untuk melakukan edukasi dan literasi keuangan bagi pelaku UMKM, serta pengembangan kompetensi SDM internal LJK untuk mendukung pemberian akses pembiayaan UMKM. Di sisi lain, ia juga sempat bilang bahwa saat ini yang diperlukan bukan berapa besar kredit yang disalurkan tetapi berapa besar sebetulnya UMKM yang bisa dikembangkan. Menurutnya, kredit hanyalah salah satu bagian saja dari komponen penting pengembangan UMKM. “Aturan ini juga termasuk penjaminan pembiayaan UMKM yang lebih mudah, cepat dan mampu bersaing, sehingga dapat memberikan kesempatan lebih luas bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan pembiayaan, namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” ujar Dian. Sebagai informasi, beberapa bank KBMI 4 tercatat mengalami penyusutan untuk kredit di sektor UMKM. Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang mencatat porsi kredit UKM kini berada di sekitar 13,7%. Sebagai perbandingan, di periode sama tahun lalu, porsi kredit UKM nya masih di kisaran 14%. Meski demikian, secara nilai sejatinya BCA juga masih mencatatkan pertumbuhan kredit UKM di semester I-2024 sekitar 12,7% secara tahunan (YoY). Nilai kreditnya sepanjang enam bulan pertama tahun ini mencapai Rp 114,4 triliun. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyadari, saat ini permintaan kredit dari sektor UMKM tengah lesu. Ini diakibatkan oleh daya beli yang menurun sehingga langkah ekspansif dari UMKM pun turut menurun, Ia menegaskan bahwa untuk menyalurkan kredit, bank tentu harus melihat kondisi dan situasi makro. Apabila kondisinya sedang tidak mendukung, bank juga boleh untuk tidak agresif ke sektor tersebut. “Kalau bagus, pencet gas. Kalau memang kurang bagus, permintaan juga gak ada,” ujar Jahja.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga mengalami perubahan komposisi portofolio kreditnya per semester I-2024. Dalam setahun, porsi segmen kredit kecil turun dari 18,9% ke 17,4%, sementara segmen kredit mikro turun dari 48,1% ke 46,6%. Di sisi lain, BRI yang memiliki karakteristik bank UMKM justru terlihat kian meningkatkan porsi kredit korporasi yang dimiliki. Pada periode yang sama, kontribusi kredit segmen korporasi menjadi 18%, naik dari periode sama tahun lalu yang berkontribusi sekitar 15,5%.
Direktur Utama BRI Sunarso bilang salah satu strategi yang diterapkan oleh BRI adalah selalu melihat potensi dari tiap segmen. Ia bilang, jika memang sedang ada pemburukan kualitas di segmen tertentu, tak perlu dipaksakan untuk tumbuh. “Jangan memaksakan diri untuk tumbuh di situ. Karena begitu kita kasih kredit, 3 bulan macet, kasih kredit, 6 bulan macet. itu jangan sampai terjadi dan kita harus tetap tumbuh di UMKM tapi sangat selektif,” ujar Sunarso, Kamis (25/7). Sunarso menambahkan, dalam hal ini, BRI telah memperketat kriteria
risk acceptance dan portofolio
guideline. Sementara, portofolio kredit yang sudah menjadi aset bank juga dipilah mana yang masih baik dan yang masih kadang bermasalah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari