Kabar Konsorsium Asal Korsel Bakal Bangun LRT Bali, Begini Tanggapan Bappenas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monorfa buka suara soal kabar proyek Lintas Raya Terpadu (LRT) Bali yang bakal didanai oleh Konsorsium asal Korea Selatan (Korsel). 

Suharso mengatakan bahwa hal tersebut masih belum sampai ke Kementerian PPN. Namun, ia menilai unsur barang publik pada proyek LRT Bali harusnya didanai oleh pemerintah. 

Sementara, untuk aspek saran lain seperti sarana, opec, investasi persinyalan dan lainya dapat dilakukan secara business to business. 


"Untuk yang selain unsur barang publik, itu bisa dilakukan business based. Karena kalau tidak, tiketnya itu tidak akan murah,” kata Suharso. 

Lebih lanjut, Suharso mengtakan pembangunan LRT ini ditargetkan mulai dibangun pada tahun depan. Rencananya, total panjang lintasan LRT akan dibangun dari Bandara I Gusti Ngurah Rai hingga seminyak dengan total panjang lintasan 17 km. 

Baca Juga: Studi Kelayakan LRT Bali Ditargetkan Rampung Akhir Tahun 2023

Namun, untuk tahap pertamanya, lintasan LRT akan dibangun sepanjang 6 km untuk mempercepat pengerjaan proyek di tahun depan. 

"Ya kita akan mulai dengan angka 6 km dulu," jelas Suharso. 

Sebelumnya, konsorsium asal Korea Selatan dikabarkan telah berhasil memenangkan kontrak untuk studi kelayakan (feasibility study) untuk pembangunan LRT Bali. 

Mengutip pemberitaan dari news1.kr, kontrak tersebut dimenangkan oleh konsorsium yang terdiri atas Korea Railroad Corporation atau Korail, KRC Co. Ltd., Saman Co. Ltd. dan Dongmyeong Co. Ltd. Penandatanganan kontrak studi ini disebut telah dilakukan pada Rabu (18/10). 

Studi kelayakan tersebut dilakukan untuk pembangunan fase pertama LRT Bali yang akan membentang sepanjang 5,3 kilometer dengan 4 stasiun pemberhentian.  

Baca Juga: Proyek LRT Bali Ditargetkan Mulai Dibangun Tahun Depan

Rencananya, LRT tersebut akan menghubungkan Bandara Ngurah Rai ke daerah wisata Kuta. Studi tersebut akan dilakukan selama 10 bulan dimulai dari Oktober 2023 hingga Agustus 2024. 

Setelah proses kajian itu rampung, proyek ini akan dikerjakan dengan dukungan Economic Cooperation Fund (EDCF) dan Economic Cooperation Promotion Fund (EDPF) melalui perjanjian pinjaman antara pemerintah Korea Selatan dan Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .