Kabar terbaru vaksin nusantara: uji klinis II aman termasuk ke pasien kormobid



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Vaksin nusantara untuk Covid-19 atau corona tampaknya masih melaju, meski  Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak kunjung mengeluarkan restu.

 Peneliti utama uji klinis tahap II  calon vaksin Covid-19  Kolonel Jonny menyebutkan bahwa saat ini calon vaksin corona ini berbasis sel dendritik yakni   vaksin nusantara sudah menyelesaikan uji klinis fase II.

“Dari 220 orang yang ikut berpartisipasi dalam uji klinis vaksin corona tersebut, 139 menyelesaikan  penelitian, dan sebanyak 136 orang aman usai mendapatkan vaksin Nusantara,”ujar peneliti utama vaksin nusantara Kolonel Jonny, dalam  rapat dengar pendapatan di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6).


Adapun, penelitian vaksin Covid -19 nusantara tetap bisa dilakukan berdasarkan kesepakatan tiga pejabat dalam bentuk memorandum of understanding dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf AD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito. Mereka menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto pada 19 April lalu.

Baca Juga: Efektivitas vaksin Covid-19 di Indonesia tinggi, bisa melindungi dari varian Delta

Dus, berdasarkan uji klinis dan pemantauan imun para relawan pasca vaksin corona nusantara  disuntikan, kata Jonny, belum ada kejadian tidak diinginkan yang berat atau serius.

Dari 220 relawan yang awalnya ikut uji klinis, hanya 136 yang menyelesaikan uji klinik vaksin Nusantara.  Dari 220, awalnya ada 149 yang masuk ke dalam kriteria inklusi, sedangkan 78 tidak masuk inklusi (lolos syarat vaksin) sehingga diekslusi.

Dari jumlah itu, ada 9 kriteria inklusi yang gagal skrining saat tes dan satu orang tidak datang, sehingga ada 139 yang melanjutkan penelitian. Hanya pada minggu pertama follow up dua subjek tidak bisa hadir, sementara di minggu ke-3, satu yang tidak hadir.

Alhasil tersisa 136 orang yang menyelesaikan uji klinis vaksin nusantara. Mereka yang ikut menjadi relawan dan lolos kriteria, harus memenuhi sejumlah persyaratan yakni:

  • Berusia 18 tahun ke atas memahami dan setuju prosedur penelitian tertulis, dapat dan akan mematuhi prosedur penelitian
  • Mampu melakukan kegiatan sehari-hari normal dan tidak memiliki keterbatasan
  • Akses vena memungkinkan untuk pengambilan darah, serta menyetujui pengambilan darah vena dan penyimpanan sampel untuk penelitian.
  • Secara umum sehat. Hal ini termasuk untuk usia di atas 65 tahun, obesitas ringan hingga sedang, hipertensi terkontrol, kadar kolesterol tinggi yang terkontrol. Mereka yang memiliki penyakit paru kronis ringan yang tidak memerlukan oksigen, dan pernah didiagnosis kanker sebelumnya sudah remisi minimal 1 tahun.
  • Individu dengan kemampuan reproduksi. Bagi yang wanita diharuskan tidak hamil dan bersedia menggunakan kontrasepsi minimal 2 bulan setelah vaksinasi. Bagi pria tidak menghamili 2 bulan setelah vaksinasi dan tidak mendonorkan spermanya.
Dari pengamatan tim, ada sejumlah efek samping yang diamati dari para relawan yang mengikuti uji klinis. Utamanya terkait dengan ketidaknyamanan lokal atau regional di dekat tempat suntikan.

Dengan keluhan pasca vaksin seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot dan lain-lain. "Kalau kita lihat di sini ada kejadian tidak diinginkan,  semuanya derajatnya ringa tak sampai 20%,”ujarmya.

Baca Juga: Soal uji praklinis vaksin nusantara, Kemenkes belum pernah terima laporan

Misalnya, dari 21 subjek atau 15,44 persen 24 reaksi lokal berupa memar, kemerahan, dan gatal. Paling banyak adalah pegal di titik penyuntikan. Semua kejadian yang dilaporkan ini termasuk derajat ringan," jelas dia.

Adapun berdasarkan follow up di  minggu pertama sampai empat, kata Jonny,  tidak didapatkan kejadian tidak diinginkan reaksi sistemik.

Tidak ada juga serious adverse event hingga dirawat di RS hingga follow up minggu 4 setelah vaksinasi. “Tidak ditemukan juga kelainan dari hasil pemeriksaan keamanan lab berupa darah lengkap, kimia darah, elektrolit, fungsi hati, hingga fungsi ginjal pada minggu pertama sampai empat setelah vaksinasi," tambahnya.

Vaksin Nusantara adalah calon vaksin corina atau covid -19 berbasis sel dendritik besutan mantan Menkes Terawan. Prosesnya mirip dengan imunoterapi yang biasa digunakan untuk kanker.

Setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien. Oleh sebab itu, Jonny mengeklaim kalau vaksin ini ampuh untuk komorbid.

Kata dia, dendritik sel bersifat autologis,  artinya berasal dari tubuh kita sendiri sehingga menghilangkan potensi reaksi terhadap sel asing. "Dengan begitu, vaksin berbasis pada sel dendritik ini dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien-pasien dengan komorbid yang di mana untuk pasien-pasien vaksin lain belum bisa diberikan," papar dia.

Baca Juga: Menkes, KSAD, dan BPOM teken nota kesepahaman soal kelanjutan vaksin nusantara

Sekadar mengingatkan, vaksin Nusantara belum mendapat izin uji klinis fase II dari BPOM karena tak memenuhi syarat, di antaranya terkait kualitas produksi dan sterilitas. Hanya saja, penelitian masih bisa berlanjut pasca Mou KSAD, Menkes, dan BPOM dilakukan 

Kini,  uji klinis fase II vaksinasi Nusantara  rampung. Banyak tokoh penting bersedia menjadi relwan dari uji klinis, mulai dari Terawan dan keluarga, Aburizal Bakrie berikut istri, sampai Dahlan Iskan.

Mantan Menkes Terawan Agus Putranto menambahkan,  proses distribusi vaksin Nusantara yang juga disebut imunoterapi ini sangat simpel dan tak butuh cold chain. Hanya butuh sejumlah tabung, zat kimia, dan darah pasien untuk membuat vaksin Nusantara atau imunoterapi corona. "Dalam vaksin Nusantara, setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien,"ujarnya. 

Pengambilan darah juga bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik yang memiliki sentrifus dan punya biological safety cabinet.

Berbeda dengan vaksin corona atau covid-19 jenis lain yang harus disimpan dalam suhu tertentu dari produsen hingga sampai ke konsumen (cold chain).

Vaksin nusantara juga berbahan produksi 90 persen lebih ada di Indonesia, bahkan dibuat di Indonesia. Beberapa memang dibuat di Amerika seperti larutan antigen protein dan media diferensiasi. “Dua hal ini yang kami masih harus datangkan (impor) karena memang kita belum sampai research and development untuk membuat,”ujarnya menepis kabar vaksin nusantara berbahan impor.

Terawan juga tak masalah atas penamaan vaksin kelak nusantara atau apapun. Kata dia,  vaksin yang ia kembangkan adalah vaksin sel dendritik imunoterapi. “Dunia menyebutkan sebagai dendritic cell vaccine imunoteraphy," kata Terawan dalam RDP bersama Komisi VII, Rabu (16/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana