KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kalangan ekonom melihat kabinet gemuk yang tengah disusun presiden terpilih Prabowo Subianto berpotensi membebani keuangan negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Seperti yang diketahui, Prabowo telah memanggil sekitar 49 calon menteri dan kepala badan serta 43 calon wakil menteri dan kepala badan untuk mengisi kabinet pemerintahannya. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengatakan bertambahnya kementerian/lembaga yang ada pada kabinet pemerintahan Prabowo akan menambah keuangan negara mengingat kebutuhan anggaran yang juga akan besar, mulai dari belanja pegawai hingga belanja-belanja untuk mendukung setiap rencana program di setiap K/L.
Baca Juga: Indonesia Bisa Keluar dari Middle Income Trap pada 2041, Ini Syaratnya "Kalau kita lihat lagi, bisa dibayangkan ya, ini hampir 100 orang yang dipanggil dan ini luar biasa. Jadi kementeriannya antara 44 sampai 46
lah," ujar Rizal dalam acaea Webinar, Rabu (16/10). "Jadi ada kenaikan sebanyak 12 K/L yang ditambahkan dibandingkan dengan presiden sebelumnya. Artinya apa? Artinya ini akan menambah beban baru bagi fiskal kita, bagi APBN kita," katanya. Apalagi, kata Rizal, APBN 2025 didesain belum memperhitungkan penambahan K/L dalam menetapkan belanja pegawai maupun belanja rutin lainnya. "Bisa dibayangkan dengan APBN yang tahun lalu misalnya, atau dialokasikan yang tahun 2025 pun itu masih asumsinya adalah kementerian yang sama di pemerintahan terakhir ini," ujarnya.
Baca Juga: Prabowo Gelar Pembekalan Calon Menteri Selama 2 Hari Tidak hanya itu, dirinya menganggap bahwa kabinet gemuk yang sebagian anggotanya merupakan tokoh partai juga bisa memperbesar peluang terjadinya penyelewengan APBN, termasuk korupsi. "Jadi nampaknya kabinet yang gemuk ini juga saya kira akan punya tantangan tersendiri bagi pak Prabowo apalagi di 100 hari pertama, bagaimana bisa mengelola kementerian yang semakin besar dan banyak personal yang tentu saja tidak mudah," imbuh Rizal. Sementara itu, Dosen Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan bahwa kabinet gemuk yang dibentuk Prabowo masih akan terjebak dalam rezim utang. Ini terlihat dari menteri-menteri di bidang ekonomi yang masih sama pada saat pemerintahan Jokowi, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Saya yakin betul saat ini mungkin hanya Sri Mulyani yang dipercaya pasar di Bank Internasional atau para pemberi utang untuk memberikan utang kepada Indonesia," kata Hendri. "Jadi karena menurut saya pak Prabowo mungkin dengan komposisi kabinet seperti yang kemarin kita lihat maka akan meneruskan cara-cara rezim utangnya Pak Jokowi," imbuhnya.
Baca Juga: Besok Prabowo Subianto Ulang Tahun, Ada Agenda Bertemu Megawati? Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa APBN 2025 telah mengantisipasi terhadap program-program yang bakal dijalankan pemerintahan Prabowo, termasuk dari sisi
line up kabinet.
"Kita akan membantu semaksimal mungkin untuk kementerian-kementerian yang mengalami perubahan, untuk nomenklaturnya, maupun dari sisi pembagian tugasnya supaya mereka tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa bekerja secara lebih efektif," kata Sri Mulyani. Seperti yang diketahui, belanja K/L mengalami penyesuaian dari yang semula di RAPBN 2025 sebesar Rp 976,8 triliun menjadi Rp 1.160,1 triliun di APBN 2025. Sedangkan belanja non K/L turun dari Rp 1.716,4 triliun menjadi Rp 1.541,4 triliun. Hal tersebut dikarenakan anggaran untuk mendukung program-program unggulan sudah didistribusikan ke K/L teknis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .