Kabut asap membuat mendung bisnis maskapai



JAKARTA. Kabut yang asap cukup pekat di daratan Sumatra dan sebagian Kalimantan tak hanya mengganggu aktivitas warga. Kepulan asap yang mengganggu jarak pandang itu juga mengganggu kinerja bisnis termasuk bisnis penerbangan tanah air.

Betapa tidak, kepulan kabut asap tersebut membuat otoritas penerbangan di sejumlah bandara memberlakukan buka tutup bandara. Bahkan, ada bandara yang sama sekali tak bisa melayani penerbangan dalam sehari karena jarak pandang yang terbatas.  Edward Sirait, Direktur Umum Lion Air, mengatakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kabut asap yang terjadi belakangan ini merupakan yang paling parah. Kondisi kabut asap terparah, Ia temukan di kota Jambi. 

Menurut Edward, gangguan jarak pandang karena kabut asap di Jambi sudah terjadi sejak tiga pekan lalu. Bahkan, sejak 11 Oktober, Lion Air tak bisa terbang dari dan menuju bandara Sultan Thaha Saifudin, Jambi, karena otoritas penerbangan setempat melarang penerbangan. "Kabut asap ini merugikan kami. Banyak penerbangan kami ke Medan, Riau, Palembang, Pontianak dan Palangkaraya terpaksa on off," kata Edward kepada KONTAN, kemarin (14/10). 


Potensi kerugian tentu tak terelakkan jika pesawat tak bisa terbang atau mengalami keterlambatan. Namun, Edward enggan menjelaskan potensi kerugian yang dialami Lion Air tersebut.  Edward hanya memberikan gambaran, saat penerbangan terlambat, pihaknya harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membiayai penumpang. Selain itu, pihaknya juga harus mengembalikan tiket untuk penumpang yang gagal terbang. 

Tak hanya Lion Air, keluhan serupa juga dialami oleh maskapai Citilink Indonesia. Maskapai low cost carrier ini juga harus merogoh kantong ekstra guna membiayai penumpang yang mengalami keterlambatan karena insiden kabut asap tersebut. 

Benny Sibutarbutar, VP Corporate Communication PT Citilink Indonesia menuturkan, selama kabut asap terjadi, rata-rata keterlambatan penerbangannya bisa mencapai 3 jam–6 jam. Adapun kota-kota yang memiliki risiko keterlambatan akibat kabut asap itu adalah Pekanbaru, Palembang dan Medan. "Tetapi kami masih beruntung masih mendapat penerbangan malam, sehingga masih bisa jalan. Jika kami punya empat penerbangan, dua berpotensi delay (siang) dan dua penerbangan tetap jalan karena dilakukan malam hari," imbuhnya. 

Keluhan dampak kabut asap ini juga dialami penerbangan maskapai PT Garuda Indonesia Tbk. Akibat kabut asap, penerbangan Garuda ke beberapa daerah di Sumatra juga mengalami keterlambatan bahkan ada yang dibatalkan.

Pengelola bandara rugi

Tak hanya bagi maskapai, dampak kabut asap juga merugikan bisnis operator bandara. Kondisi ini dialami PT Angkasa Pura II, selaku operator Bandara Sultan Thaha, Jambi. Perusahaan pelat merah ini mengklaim rugi jika ada penerbangan batal atau terlambat.

Tribun Jambi melaporkan, Jika bandara Sultan Thaha tak beroperasi dalam sehari, AP II berpotensi merugi Rp 37,5 juta per hari. Nilai kerugian itu hanya menghitung pendapatan bandara dari pembayaran pajak bandara atau airport tax dari penumpang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto