JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mewacanakan pembentukan "Sugar Fund" sebagaimana pungutan pada minyak kelapa sawit (CPO). "Pengalaman CPO, kami berpadangan untuk ini bisa diterapkan di gula. Intinya karena kita butuh pabrik gula banyak, besar, selama ini petani tidak menikmati harga gula yang tinggi. Dengan sugar fund membantu petani," ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Pembangunan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur, Kamis (4/6). Sayangnya, saat ditanya lebih lanjut teknis pembentukan "sugar fund" itu, Natsir tak menjelaskan secara rinci. Namun, apabila merujuk pada CPO, dalam aturan itu terdapat pungutan yang wajib dibayarkan perusahaan pengekspor CPO sebesar US$ 50 per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar US$ 30 per ton. Permasalahannya, industri CPO dan gula bisa dikatakan berbeda. Pasalnya, saat ini Indonesia masih impor gula terutama gula rafinasi atau gula untuk industri. Sementara untuk CPO, Indonesia justru sebagai penghasil komoditas tersebut. "Kita formulasikan sumber dari mana. Bisa dari pengusaha, bisa dari teman-teman rafinasi mengimpor sugar, bisa disesuaikan, penjualan kristal putih," kata dia. "Kembali lagi pandangan ini yang kita lempar ke teman-teman pengusaha. Saya rasa teman-teman setuju lah," tandas dia. (Yoga Sukmana) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kadin berencana bentuk 'Sugar Fund'
JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mewacanakan pembentukan "Sugar Fund" sebagaimana pungutan pada minyak kelapa sawit (CPO). "Pengalaman CPO, kami berpadangan untuk ini bisa diterapkan di gula. Intinya karena kita butuh pabrik gula banyak, besar, selama ini petani tidak menikmati harga gula yang tinggi. Dengan sugar fund membantu petani," ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Pembangunan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur, Kamis (4/6). Sayangnya, saat ditanya lebih lanjut teknis pembentukan "sugar fund" itu, Natsir tak menjelaskan secara rinci. Namun, apabila merujuk pada CPO, dalam aturan itu terdapat pungutan yang wajib dibayarkan perusahaan pengekspor CPO sebesar US$ 50 per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar US$ 30 per ton. Permasalahannya, industri CPO dan gula bisa dikatakan berbeda. Pasalnya, saat ini Indonesia masih impor gula terutama gula rafinasi atau gula untuk industri. Sementara untuk CPO, Indonesia justru sebagai penghasil komoditas tersebut. "Kita formulasikan sumber dari mana. Bisa dari pengusaha, bisa dari teman-teman rafinasi mengimpor sugar, bisa disesuaikan, penjualan kristal putih," kata dia. "Kembali lagi pandangan ini yang kita lempar ke teman-teman pengusaha. Saya rasa teman-teman setuju lah," tandas dia. (Yoga Sukmana) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News