KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai hilirisasi batubara masih terkendala dengan skala keekonomian. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Garibaldi Thohir mengakui, hilirisasi batubara memang sangat penting dan bernilai stregis. “Hanya saja, untuk saat ini, proses tersebut masih terkendala oleh pasar yang belum terbentuk dan terbentur pada sala keekonomian,” ungkap dia dalam acara International Energy Agency (IEA) Coal Forecast to 2023 di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta (18/12). Namun, dengan berbagai kajian yang saat ini tengah dikembangkan, pria yang akrab disapa Boy Thohir tersebut menyebut bahwa hilirisasi dalam bentuk DME bisa lebih kompetitif dibandingkan LPG. “Saya rasa untuk Dimethyl Ether (DME), teknologi saat ini mahal, tapi makin lama makin murah. Pasar siap, pasokan ada, maka nanti kita bisa reduce impor LPG,” kata Boy. Lebih lanjut, Boy pun sepakat bahwa batubara harus dilihat sebagai sumber energi, apalagi bauran energi dan pembangunan pembangkit listrik (PLTU) dari batubara sangat signifikan. Sehingga, lanjutnya, prospek bisnis batubara masih cerah seiring posisi batubara yang menjadi andalan sumber kelistrikan, mengingat ketersediaan yang melimpah dan harganya yang terjangkau. Tak hanya di Indonesia, Boy membandingkan bahwa berdasarkan data US Energy Information Administration, di Amerika Serikat batubara masih menjadi sumber pembangkit listrik terbesar kedua di dunia setelah gas, yaitu sebesar 30%. Tak jauh beda, di Jepang, porsinya mencapai 30,4%. Sementara di China, dalam upayanya meningkakan porsi energi terbarukan, hingga saat ini batubara masih mendominasi baran energinya, yakni sebesar 58%.
Kadin: Hilirisasi batubara masih terkendala skala keekonomian
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai hilirisasi batubara masih terkendala dengan skala keekonomian. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Garibaldi Thohir mengakui, hilirisasi batubara memang sangat penting dan bernilai stregis. “Hanya saja, untuk saat ini, proses tersebut masih terkendala oleh pasar yang belum terbentuk dan terbentur pada sala keekonomian,” ungkap dia dalam acara International Energy Agency (IEA) Coal Forecast to 2023 di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta (18/12). Namun, dengan berbagai kajian yang saat ini tengah dikembangkan, pria yang akrab disapa Boy Thohir tersebut menyebut bahwa hilirisasi dalam bentuk DME bisa lebih kompetitif dibandingkan LPG. “Saya rasa untuk Dimethyl Ether (DME), teknologi saat ini mahal, tapi makin lama makin murah. Pasar siap, pasokan ada, maka nanti kita bisa reduce impor LPG,” kata Boy. Lebih lanjut, Boy pun sepakat bahwa batubara harus dilihat sebagai sumber energi, apalagi bauran energi dan pembangunan pembangkit listrik (PLTU) dari batubara sangat signifikan. Sehingga, lanjutnya, prospek bisnis batubara masih cerah seiring posisi batubara yang menjadi andalan sumber kelistrikan, mengingat ketersediaan yang melimpah dan harganya yang terjangkau. Tak hanya di Indonesia, Boy membandingkan bahwa berdasarkan data US Energy Information Administration, di Amerika Serikat batubara masih menjadi sumber pembangkit listrik terbesar kedua di dunia setelah gas, yaitu sebesar 30%. Tak jauh beda, di Jepang, porsinya mencapai 30,4%. Sementara di China, dalam upayanya meningkakan porsi energi terbarukan, hingga saat ini batubara masih mendominasi baran energinya, yakni sebesar 58%.