JAKARTA. Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Franciscus Welirang menilai kasus beras impor yang marak belakangan ini adalah permainan pada tingkat pedagang. "Sudah umum importir juga berperan sebagai pedagang. Dan sudah umum, pedagang mencampur beras. Yang saya tahu kalau beras Vietnam, betul-betul beras Vietnam murni dijual, ngga akan laku karena cenderung lengket. Ga ada yang mau makan!" ujarnya di Jakarta, Kamis (6/2). Ia menilai ijin yang diberikan Kementerian Perdagangan memang benar dimaksudkan untuk beras jenis premium. Namun tidak bisa dimungkiri Bea Cukai sulit melakukan pengecekan secara menyeluruh. "Impor masuk lewat jalur hijau saja. Itu dasarnya kepercayaan. Kalau importir nakal, dia punya ijin premium tapi dimasukkan beras jenis medium. Tapi di tingkat pedagang mereka selalu mencampur. Kalau dilihat merek-merek beras yang ada, itu sudah merupakan hasil campuran jenis beras," katanya. Ia mencontohkan rumah makan nasi Padang menyajikan beras campuran untuk mendapatkan tekstur akhir nasi yang tidak terlalu lengket tetapi juga tidak terlalu keras (pera) sehingga sudah umum pedagang di tingkat eceran melakukan pencampuran beras. "Misalnya ada beras Pandan Wangi yang betul-betul Pandan Wangi. Tapi ada juga yang beras dengan aroma wangi Pandan tapi tidak 100% beras Pandan Wangi. Campur mencampur di tingkat pedagang," tuturnya. Hal senada juga dikatakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Ngadiran bahwa fenomena beras campuran ini sudah sering ditemukan. Utamanya pada pasar induk beras seperti di Cipinang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kadin: Kisruh beras impor Vietnam ulah pedagang
JAKARTA. Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Franciscus Welirang menilai kasus beras impor yang marak belakangan ini adalah permainan pada tingkat pedagang. "Sudah umum importir juga berperan sebagai pedagang. Dan sudah umum, pedagang mencampur beras. Yang saya tahu kalau beras Vietnam, betul-betul beras Vietnam murni dijual, ngga akan laku karena cenderung lengket. Ga ada yang mau makan!" ujarnya di Jakarta, Kamis (6/2). Ia menilai ijin yang diberikan Kementerian Perdagangan memang benar dimaksudkan untuk beras jenis premium. Namun tidak bisa dimungkiri Bea Cukai sulit melakukan pengecekan secara menyeluruh. "Impor masuk lewat jalur hijau saja. Itu dasarnya kepercayaan. Kalau importir nakal, dia punya ijin premium tapi dimasukkan beras jenis medium. Tapi di tingkat pedagang mereka selalu mencampur. Kalau dilihat merek-merek beras yang ada, itu sudah merupakan hasil campuran jenis beras," katanya. Ia mencontohkan rumah makan nasi Padang menyajikan beras campuran untuk mendapatkan tekstur akhir nasi yang tidak terlalu lengket tetapi juga tidak terlalu keras (pera) sehingga sudah umum pedagang di tingkat eceran melakukan pencampuran beras. "Misalnya ada beras Pandan Wangi yang betul-betul Pandan Wangi. Tapi ada juga yang beras dengan aroma wangi Pandan tapi tidak 100% beras Pandan Wangi. Campur mencampur di tingkat pedagang," tuturnya. Hal senada juga dikatakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Ngadiran bahwa fenomena beras campuran ini sudah sering ditemukan. Utamanya pada pasar induk beras seperti di Cipinang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News