Kadin: Pembubaran IPOP bisa berdampak ke CPO RI



JAKARTA. Keputusan anggota Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) untuk membubarkan diri mendapat respons beragam dari berbagai kalangan. 

Ada yang mendukung upaya pembubaran IPOP, tapi ada juga yang mengingatkan langkah tersebut berpotensi mengurangi daya saing penjualan crude palm oil (CPO) Indonesia di pasar global. 

Kendati begitu, Wakil Ketua Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pihaknya akan mengikuti kemauan anggota IPOP yang mengajukan pembubaran diri.


"Kalau anggota ingin bubar, silakan saja. Nanti kami akan fasilitasi dengan pemerintah untuk mencari solusi lain," kata Shinta, Jumat (1/7).

Namun, Shinta meminta pemerintah untuk memikirkan dampak dari pembubaran IPOP di mata internasional. Hal ini karena standar global meminta kelapa sawit melakukan industri yang berkelanjutan.

Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani meminta Kadin maupun pemerintah agar sebelum mengambil kebijakan di komoditi kelapa sawit sebaiknya melibatkan pemangku kepentingan. 

Paling tidak, dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dan Dewan Minyak Sawit Indonesia. “Tujuannya agar persoalan IPOP ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari,” kata Achmad.

Seperti diketahui, terbentuknya IPOP ini diinisiasi oleh Kadin di sela-sela KTT Iklim yang berlangsung di Markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, AS pada 24 September 2014 silam. Ikrar ini ditandatangani oleh empat perusahaan sawit, yakni Golden Agri Resources, Wilmar, Cargill dan Asian Agri.

Namun, dalam praktiknya, keberadaan IPOP banyak ditentang oleh perusahaan sawit menengah dan kecil, serta para petani sawit. 

Pasalnya, CPO dan tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan tidak bisa diserap oleh perusahaan anggota IPOP dengan alasan tidak sustainable

Pemerintah pun menolak pemberlakuan IPOP di Indonesia karena bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan