KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyambut positif rencana perluasan cakupan program hilirisasi komoditas oleh pemerintah. Asal tahu saja, pemerintah berencana memperluas hilirisasi menjadi 21 komoditas yang dikembangkan secara bertahap hingga tahun 2035 mendatang. Ke-21 komoditas yang hendak didorong hilirisasinya antara lain batubara, nikel, timah, bauksit, tembaga, besi dan baja, dan emas. Berikutnya, terdapat rencana hilirisasi aspal, minyak bumi, gas bumi, sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, getah pinus, udang, perikanan, rumput laut, dan garam.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia Shinta Kamdani menyampaikan, pada prinsipnya seluruh komoditas yang ditargetkan untuk dihilirisasi adalah komoditas yang bersifat penting dan perlu dibangun industri setengah jadi atau industri hilirnya. Hal ini supaya produk komoditas tersebut bisa memenuhi kebutuhan rantai pasok dalam negeri maupun secara global. Dengan begitu, Indonesia akan memiliki daya saing yang mumpuni baik di pasar domestik ataupun pasar ekspor dalam jangka panjang. Apabila hendak dibuat prioritasnya, maka Kadin menilai pemerintah perlu fokus dahulu pada hilirisasi nikel, besi dan baja, dan batubara untuk produk hasil tambang. Pemerintah juga dapat memprioritaskan hilirisasi produk kelapa sawit dan rumput laut. “Komoditas-komoditas tadi dapat diprioritaskan karena sudah punya basis daya saing ekspor dan basis pengembangan industri hilir yang sudah berjalan dengan baik untuk saat ini,” ujar dia, Kamis (19/1).
Baca Juga: Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid: Hilirisasi Jadi Kunci Tingkatkan Nilai Tambah Ekonomi Alhasil, pohon industri hilir pada komoditas-komoditas yang disebutkan tadi hanya perlu dikembangkan melalui peningkatan skala produksi maupun investasi di sektor komoditas yang bersangkutan. Investasi tersebut dapat ditujukan untuk memperkuat kualitas teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, Kadin menilai, tujuan akhir program hilirisasi pada dasarnya adalah peningkatan kompleksitas industrialisasi nasional yang berkesinambungan, sehingga mendorong Indonesia menjadi negara maju atau bebas dari middle income trap. Maka dari itu, program hilirisasi perlu menjadi cerita sukses serta dibuktikan dengan keberlanjutan produksi dan daya saing agar tidak hanya menjadi sekadar “one off performance”. Artinya, dalam jangka menengah dan panjang, output industri hilirisasi Indonesia harus bisa secara mulus masuk atau membenahi rantai pasok industri-industri di dalam negeri. Dengan parameter ini, industri hilir di Indonesia baru bisa secara berkelanjutan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang serta mendukung peningkatan kompleksitas industrialisasi nasional. Shinta juga menyebut, para pelaku industri sudah siap menjalankan hilirisasi baik sebagai investor maupun sebagai pengguna produk hasil hilirisasi. “Untuk saat ini hal yang perlu dibuktikan adalah daya saing iklim investasi dan daya saing output industri hilirnya,” imbuh dia. Dari sisi investasi, Kadin masih melihat perlunya pembenahan daya saing investasi di sektor hilir tertentu. Hal ini agar investasi dapat masuk ke pohon-pohon industri hilir yang masih memiliki celah karena butuh investasi skala besar dan padat teknologi. “Iklim usaha di sektor dan subsektor tertentu perlu dikaji ulang, direformasi, dan diinsentifkan agar arus investasinya masuk ke sektor atau subsektor hilirisasi yang ditargetkan,” ujar Shinta. Tidak hanya itu, pemerintah menurut Kadin juga perlu melakukan intervensi adanya mismatch kualitas dan kualifikasi produk-produk setengah jadi yang dihasilkan oleh industri hulu nasional agar sesuai dengan kebutuhan suplai industri hilir di Indonesia. Hal ini dapat berkorelasi langsung dengan tingkat ketergantungan impor bahan baku atau penolong pada industri-industri tertentu.
Kembali lagi, masalah seperti itu dapat diatasi dengan perbaikan iklim usaha, pemberian insentif usaha, peningkatan edukasi, dan pemberdayaan standardisasi produk. Dengan gitu, rantai pasok domestik dan global benar-benar terbentuk dan menciptakan keberlanjutan terhadap kinerja produksi industri-industri hilir yang dimiliki Indonesia dari komoditas-komoditas mentah yang ada. “Jadi, hilirisasi perlu dilihat sebagau suatu ekosistem usaha yang berkelanjutan dan berdaya saing, bukan hanya sekadar menciptakan industri hilir saja,” imbuh Shinta.
Baca Juga: BKPM: Perluasan Program Hilirisasi Berpotensi Dongkrak Nilai Ekspor Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat