KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia memproyeksikan sektor manufaktur tetap menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026. Selain berperan sebagai penggerak produktivitas dan pencipta lapangan kerja formal, manufaktur juga dinilai krusial dalam meningkatkan ekspor bernilai tambah. Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Erwin Aksa, menegaskan tantangan ke depan bukan hanya menjaga kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB), tetapi memastikan sektor ini mampu naik kelas dan lebih kompetitif di pasar global. “KADIN melihat sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada 2026. Tantangannya bukan sekadar mempertahankan kontribusi terhadap PDB, melainkan bagaimana industri nasional bisa lebih kompetitif secara global,” ujar Erwin dalam keterangan resmi, Senin (22/12/2025).
Baca Juga: Ekspor Tumbuh Positif 66 Bulan, Kadin Ajak Pelaku Usaha Genjot Ekspor Pasca-CEPA Dari sisi subsektor, KADIN menilai manufaktur hilir berbasis sumber daya alam dan pasar domestik akan menjadi penopang utama. Beberapa di antaranya adalah industri makanan dan minuman, kimia dan petrokimia, logam dasar dan turunannya, komponen otomotif dan elektronik, serta industri pendukung transisi energi. Menurut Erwin, sektor-sektor tersebut relatif lebih resilien terhadap gejolak global dan memiliki potensi nilai tambah yang besar. Untuk memperkuat daya saing, KADIN mendorong penguatan kemitraan rantai pasok antara industri besar dan UMKM, peningkatan kandungan lokal, serta fasilitasi standardisasi, sertifikasi, dan akses pembiayaan bagi pelaku industri yang ingin menembus pasar ekspor. Namun demikian, industri manufaktur nasional masih menghadapi sejumlah tantangan struktural. Dari sisi eksternal, maraknya impor ilegal dan barang tiruan (counterfeit) dinilai menggerus pasar domestik dan merugikan industri yang patuh aturan. “Impor ilegal menekan harga, menghilangkan pangsa pasar industri dalam negeri, dan menurunkan insentif investasi,” kata Erwin. Selain itu, biaya pembiayaan yang relatif tinggi dibanding negara pesaing di kawasan juga menjadi hambatan, terutama bagi industri berorientasi ekspor. Di sisi lain, proses perizinan yang belum sepenuhnya terintegrasi, termasuk perizinan AMDAL yang masih memakan waktu lama dan berbeda antar daerah, turut memperlambat realisasi investasi. KADIN, lanjut Erwin, berperan menjembatani persoalan tersebut melalui advokasi kebijakan ke pemerintah serta pendampingan kepada pelaku usaha agar lebih adaptif dan produktif. Dari sisi kebijakan, KADIN menyoroti tiga agenda utama yang perlu diperkuat pada 2026, yakni penegakan hukum terhadap impor ilegal, penurunan biaya pembiayaan bagi industri produktif, serta penyederhanaan perizinan yang terintegrasi dari pusat hingga daerah. KADIN juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk memastikan kebijakan industri berjalan lebih cepat dan pasti.
Baca Juga: Menteri Perdagangan Ajak Kadin Indonesia Garap Pasar Ekspor Uni Eropa Di tengah dinamika global, transformasi digital, otomasi, dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dinilai menjadi keharusan. KADIN mendorong kolaborasi antara dunia usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan penyedia teknologi untuk mempercepat adopsi teknologi, tanpa mengorbankan tenaga kerja. “Transformasi digital dan otomasi bukan untuk menggantikan tenaga kerja, tetapi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas. Ini harus diiringi peningkatan keterampilan SDM, dukungan pembiayaan, dan kepastian regulasi,” tegas Erwin.
Ia menambahkan, jika persoalan impor ilegal, mahalnya pembiayaan, dan perizinan yang berbelit dapat dibereskan, daya saing industri manufaktur Indonesia berpeluang meningkat signifikan pada 2026 dan seterusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News