KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurut hasil survei Kamar Dagang Inggris di Indonesia (BritCham), indeks kepercayaan investor Uni Eropa (UE) terhadap investasi di Indonesia sebesar 60%, turun tipis dari tahun 2018 yang sebesar 62%. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani mengajak untuk melihat indeks lebih detail lagi. Menurutnya, indeks untuk sektor-sektor yang terkena reformasi secara langsung seperti infrastruktur, fiskal, pendidikan, dan sektor jasa bisnis dinilai positif.
Baca Juga: Diskriminasi minyak sawit oleh UE, Indonesia dan Malaysia ajukan gugatan ke WTO Shinta, menyimpulkan sebenarnya Uni Eropa menganggap baik reformasi-reformasi yang dilakukan Indonesia selama ini, hanya mereka ingin reformasi Indonesia lebih dirasakan di bidang usaha mereka, yang diwakili oleh para responden survei tersebut. Ia menyebutkan responden survei tersebut sebagian besar adalah investor yang bergerak di sektor jasa, seperti jasa konsultasi, bisnis, perbankan, konstruksi, energi, dan lain-lain. Ini yang juga akhirnya yang menjadi kontributor penurunan indeks kepercayaan investor UE di Indonesia. Karena Shinta melihat di beberapa sektor jasa, banyak pembatasan atau restriksi baru dari pemerintah. "Seperti contohnya di bidang
financial sevices. Pemerintah mengeluarkan kebijakan
national payment gateway yang menjadi penghalang partisipasi investor asing di bisnis fasilitasi transaksi elektronik," kata Shinta kepada Kontan.co.id, Sabtu (10/8).
Baca Juga: Kinerja manufaktur turun, begini kata pengusaha Selain itu di sisi tenaga kerja. Ada peraturan menteri terkait jabatan-jabatan tertentu yang boleh diisi oleh tenaga kerja asing. Hal ini yang dianggap sebagai restriksi bagi investor karena investor asing butuh keleluasaan untuk memperlengkapi usahanya dengan human
capital input yang dianggap bisa menjalankan tugas.
"Apalagi mereka menganggap ini baru masuk ke Indonesia. Jadi mereka belum yakin apakah ada
human capital input yang kompeten di dalam negeri atau tidak," tambah Shinta. Oleh karena itu Shinta mengimbau kepada pemerintah untuk bisa melakukan reformasi yang benar-benar mengacu pada iklim bisnis di setiap sektor industri, bukan hanya secara
cross-sectoral, khususnya industri jasa yang memang masih terlalu banyak peraturan. Reformasi sektor jasa juga penting dilakukan karena sektor jasa bisa menjadi penyokong pertumbuhan industri manufaktur yang efisien. Selain itu, industri ini juga menyerap lapangan kerja utama di masa depan ketika otomatisasi terjadi dan industri 4.0 sudah mulai digalakkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi