KAEF genjot pendapatan ekspor obat ke Timor Leste



JAKARTA. PT Kimia Farma (Persero) Tbk akan memaksimalkan pendapatan ekspor. Produsen obat plat merah ini membidik penjualan ekspor Rp 250 miliar tahun ini, atau tumbuh 23,18% dari capaian 2013 yakni Rp 202,96 miliar.

Kimia Farma meyakini target kinerja ekspor bisa terdongkrak oleh penjualan ke negara tetangga Timor Leste. Manajemen Kimia Farma mengakui, sejak meneken kontrak penjualan ke negara yang pernah menjadi bagian dari Indonesia ini, permintaan obat dan alat kesehatan dari Timor Leste menanjak naik.

Perlu Anda ketahui, nilai ekspor Kimia Farma masih sangat mini. Laporan keuangan perusahaan ini tahun 2013 menyuguhkan capaian Rp 202,96 miliar, atau setara dengan 4,67% total pendapatan. Sementara pendapatan ekspor di kuartal I 2014 sebesar Rp 30,42 miliar cuma berkontribusi 3,51% saja.


Tahun lalu nilai kontrak ekspor ke Timor Leste mencapai Rp 110 miliar. Dari nilai tersebut, kontrak yang terealisasi baru Rp 60 miliar.

Nah, sisa nilai kontrak yang tak terealisasi tahun lalu akan dipenuhi tahun ini bersama dengan kontrak baru. Dus, total nilai kontrak ekspor ke Timor Leste adalah Rp 90 miliar. "Pertengahan tahun ini, kami akan  memperpanjang kontrak lagi dengan Timor Leste untuk pengadaan obat dan alat kesehatan di sana," kata Direktur Utama Kimia Farma Rusdi Rosman, kepada KONTAN, Senin (9/6).

Dari total nilai kontrak Timor Leste sebesar Rp 90 miliar ini menempatkan negara ini sebagai negara tujuan ekspor utama bagi Kimia Farma tahun ini. Dalam persentase, nilai ekspor negara yang dulu bernama Timor Timur tersebut, setara dengan 36% total target ekspor Kimia Farma.

Di luar Timor Leste, perusahaan berkode KAEF di Bursa Efek Indonesia ini mengandalkan pendapatan ekspor dari sumber pendapatan lain. Pertama, penjualan bahan baku kina. Salah satu negara tujuan ekspor adalah Jepang.

Rusdi mengatakan sejak tahun lalu Kimia Farma berusaha menggenjot penjualan ekspor kina minimal Rp 100 miliar. Ini dilakukan demi mengompensasi harga harga jual yodium yang melemah sejak tahun lalu.

Sebagai gambaran, harga yodium dunia turun dari harga tertinggi tahun lalu sebesar US$ 60 per kilogram (kg) menjadi US$ 30 per kg–US$ 45 per kg saat ini.

Kedua, penjualan yodium. Seperti yang telah diulas sebelumnya, meski tren harga jual yodium melemah tapi Kimia Farma tetap mengharapkan pemasukan dari penjualan bahan baku obat ini. Tanpa menyebutkan besaran target, perusahaan ini mengandalkan penjualan yodium ke negara-negara di Eropa.

Ketiga, penjualan obat di apotek luar negeri, yang saat ini baru ada di Malaysia. "Akan kami perkuat meski ini nilainya masih kecil," kata Rusdi tanpa menyebutkan berapa kontribusi pendapatan apotek di Negeri Jiran tersebut.

Yang jelas Kimia Farma mengaku tengah mengupayakan agar bisa menjual 20 jenis obat bebas alias over the counter (OTC) di Malaysia. Saat ini, perusahaan ini baru menjual lima jenis OTC saja ke negara tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina