KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lingkungan kerap memengaruhi cara pandang seseorang. Ini pula yang terjadi pada Kahar Anwar, Direktur PT Andira Agro Tbk (ANDI). Pria ini cermat memanfaatkan penghasilannya. Meski keluarga tak pernah mengajarkan berinvestasi, namun lingkungan pergaulan mendorong dia menginvestasikan sebagian gajinya sejak mulai bekerja. Kahar bercerita, dia mulai berinvestasi sejak 1992. Kala itu, usianya masih 25 Tahun. Kebetulan, dia bekerja di sektor perbankan. Nah, cara pandang rekan-rekannya dalam mengelola dana pribadi, turut memengaruhi pemikirannya. Pria lulusan akuntansi University HKBP Nommensen ini tak menghamburkan uang untuk bersenang-senang. Dia disiplin menempatkan 70% penghasilannya untuk investasi.
Selain dari gaji, Kahar bahkan pernah menempatkan dana hasil pinjaman untuk investasi. "Duit saya enggak banyak yang ditabung, tapi lebih banyak untuk diinvestasikan," ujar Kahar. Tapi, tak seperti anak muda yang menyukai instrumen berisiko, pria kelahiran Medan ini, sejak awal memang lebih memilih instrumen bersifat konvensional. Dia merasa sebagai investor tipe moderat cenderung konservatif. Sejak awal berinvestasi, Kahar mayoritas menanamkan uang pada instrumen properti. Selain itu, dia lebih suka menempatkan dana di perusahaan sektor riil, seperti UMKM. Saat ini, porsi investasi terbesarnya ditempatkan di sektor riil. Lalu diikuti investasi di sektor properti. "Saya lebih banyak beli fixed aset atau investasi langsung, khususnya di sektor riil yang memiliki impact ke masyarakat secara luas, sehingga ada value lebih," tutur dia, Kamis (16/8). Menurut dia, dengan berinvestasi di sektor riil, seperti usaha kecil menengah (UKM), dampaknya lebih terasa bagi masyarakat luas. Sehingga, selain memupuk keuntungan, juga bisa memberikan manfaat bagi orang banyak. Sedangkan, instrumen properti pilihan Kahar bervariasi, termasuk rumah toko (ruko). Pertama kali membeli properti, dia memanfaatkan tabungan dan pinjaman bank. Kahar lebih memilih properti karena melihat prospek pertumbuhan harga ke depan. Ia memiliki pertimbangan jumlah penduduk Indonesia sangat besar. Karena itu, kebutuhan properti akan selalu ada. Risikonya pun relatif kecil dibandingkan dengan berinvestasi pada instrumen di pasar modal maupun valuta. "Saya lebih percaya investasi tanah dan bangunan. Semakin lama harganya semakin naik," kata pria berusia 51 tahun ini. Instrumen konservatif Sampai sekarang, meski menjadi direksi pada perusahaan yang terdaftar di BEI, Kahar tidak pernah menjamah instrumen di pasar modal, termasuk saham. Alasan Kahar tidak masuk ke saham, lebih karena keterbatasan waktu. Sebab, dia menyadari, sebelum membeli saham, investor seharusnya mengetahui detail mengenai perusahaan tersebut.
Investor harus tahu fundamental dan manajemen perusahaan serta prospek industrinya. "Saya enggak pernah ada waktu untuk itu. Meski saham instrumen modern, saya tidak pernah beli," ungkap bapak tiga anak ini. Ia juga menghindari investasi pada mata uang, karena menurut dia permainan di mata uang paling berbahaya. Berkaca dari pengalamannya, bagi investor pemula, Kahar menyarankan menggunakan 70% penghasilan rutin untuk investasi. Sisanya, untuk spending. Meski begitu, Kahar belum mengajarkan mengenai investasi kepada keluarganya. Sebab, dia ingin anak-anaknya saat ini lebih fokus mengejar pendidikan terlebih dulu. "Konsentrasi sekolah saja, (investasi) nanti mereka bisa sendiri," ucap dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti