KAI panen pinjaman Rp 4,84 triliun



JAKARTA. Niat PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengembangkan bisnis keretaapi listrik (KRL) bukan pepesan kosong. Senin (10/11) kemarin, perusahaan plat merah itu meneken perjanjian utang dari sindikasi perbankan yang terdiri dari Bank Mandiri, BCA dan BNI senilai Rp 3,04 triliun.

Dalam pinjaman bertenor 12 tahun itu, KAI memiliki keleluasaan menarik jumlah pinjaman sesuai kebutuhan. "Kami akan melakukan penarikan pinjaman sesuaikan kebutuhan pendanaan," ujar Kurniadi Atmosasmito, Direktur Keuangan KAI (10/11).

Pinjaman tersebut tak hanya menjadi tanggungan KAI. Perusahaan jasa keretaapi tunggal di tanah air ini, membagi pencatatan utang dengan anak usaha yang mengelola transportasi berbasis kereta di wilayah Jakarta dan sekitarnya yakni, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ).


Perusahaan induk yakni PT KAI akan menanggung utang Rp 2,38 triliun. Sementara KCJ yang juga eksekutor proyek ketiban tanggungan utang sebesar Rp 660, 34 miliar. 

Kurniadi menjelaskan, sejatinya total biaya pengembangan keretaapi listrik mencapai Rp 4,2 triliun. Biaya investasi ini untuk kebutuhan pengembangan bisnis hingga 2018. Nah, KAI akan memenuhi kekurangan dana sekitar Rp 1,16 triliun dari dana internal.

Sejumlah rencana pembelanjaan dana dari pinjaman ini sudah disusun oleh KCJ. Seperti membeli 860 unit keretaapi dari Jepang. Nilai belanja itu Rp 830 miliar.

Penambahan armada keretaapi itu akan dilakukan secara bertahap. "KCJ kan, ingin beli kereta antara 180-200 per tahun. Setiap keretaapi datang, ya kami tarik pinjaman," ujar Tri Handoyo, Direktur Utama KCJ.

Selain itu, KCJ akan memanfaatkan dana ini untuk pembangunan infrastruktur pendukung. Sebut saja menambah peron di sejumlah stasiun sepanjang Jakarta-Bogor. Lalu secara bertahap menyediakan sistem informasi penumpang di semua KRL dan menyelesaiakan pembangunan dua jalur ganda di ruas Manggarai–Cikararang.

Sayang, meski telah memiliki rencana apik, Kurniadi dan Tri Handoyo belum memastikan waktu memulai proyek pengembangan bisnis keretaapi listrik itu. Termasuk kapan proyek rampung.

Yang pasti, KAI tak ingin pinjaman jumbo itu menguap sia-sia. Perusahaan itu mengimpikan pada tahun 2019 nanti bisa mendekap 1,2 juta penumpang KRL.

Dana untuk kereta bandara

Tak hanya mencari pinjaman untuk membiayai proyek keretaapi listrik Jabodetabek, KAI juga tengah mencari pinjaman untuk membiayai proyek keretaapi di bandar udara (bandara) Soekarno-Hatta. Kalau tak meleset, sepekan ke depan KAI meneken perjanjian kredit dengan sindikasi perbankan yang sama, yakni Bank Mandiri, BCA dan BNI.

Kurniadi menjelaskan, proyek itu menelan total investasi Rp 2,5 triliun. "Kami pinjam Rp 1,8 triliun," ujarnya.

Namun, KAI berencana memulai proyek itu pada 2016. Dengan alasan, pemesanan keretapi membutuhkan waktu lama. KAI akan mengoperasikan sebanyak 128 kereta selama 20 jam. Disamping itu, KAI juga harus menuntaskan proses pembebasan lahan yang baru mencapai 100 meter.

Jika pinjaman senilai Rp 1,8 triliun tersebut cair, berarti total pinjaman KAI dari sindikasi tiga perbankan itu total mencapai Rp 4,84 triliun.

Sekadar mengingatkan, Oktober lalu KAI juga baru saja berbagi cerita, mengantongi utang dari Export Import Bank of United States sebesar US$ 94,3 juta. Dana itu untuk membeli 50 lokomotif anyar dari General Electric (GE) Transportation.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina