JAKARTA. PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak bisa menghapus kereta rel listrik (KRL) ekonomi. Sebab, hal itu menjadi kewenangan pemerintah. Pemerintah juga harus menanggung selisih tarif kereta dengan tarif yang ditetapkan pemerintah. Anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Yudi Widiana mengungkapkan, sesuai dengan Pasal 152 Undang-undang (UU) Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian, dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian, maka pemerintah atau pemerintah daerah (Pemda) menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi. Ini merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (public service obligation) dan angkutan perintis. Karena itu, menurut Yudi, PT KAI tidak bisa menghentikan secara sepihak KRL ekonomi. Sebab, yang memiliki kewenangan itu adalah pemerintah, bukan PT KAI, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. "Keberadaan kereta api (KA) ekonomi merupakan tugas pemerintah menyediakan sarana untuk masyarakat kelas bawah sebagaimana diamanatkan pasal 152 dan 153 UU No. 23/2007. Dengan demikian, yang bisa mencabut keberadaan KA kelas ekonomi hanyalah pemerintah. Dan jika pemerintah sudah menyetujui, selisih tarif harus ditanggung pemerintah. Jika belum siap, ya harus ditunda dulu penghapusannya," kata Yudi. Alternatif lain, menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pemerintah wajib menanggung selisih tarif kereta yang harus ditanggung masyarakat berpenghasilan rendah menyusul rencana penghapusan KRL ekonomi per 1 April 2013 mendatang.Yudi mengungkapkan, pada dasarnya ia sepakat dengan upaya PT KAI untuk meningkatkan pelayanan kereta dengan mengganti secara gradual KRL ekonomi menjadi KRL ekonomi AC atau commuter line. "Tapi kebijakan ini perlu mempertimbangkan daya beli masyarakat," ujar Yudi, Senin (25/3).Menurut Yudi, secara daya beli, masyarakat pengguna KRL mayoritas tergolong tidak mampu. Untuk itu, ia menilai seharusnya pemerintah menanggung selisih tarif yang ditetapkan oleh PT KAI dengan tarif yang ditetapkan pemerintah.
KAI tak bisa hapus KRL ekonomi
JAKARTA. PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak bisa menghapus kereta rel listrik (KRL) ekonomi. Sebab, hal itu menjadi kewenangan pemerintah. Pemerintah juga harus menanggung selisih tarif kereta dengan tarif yang ditetapkan pemerintah. Anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Yudi Widiana mengungkapkan, sesuai dengan Pasal 152 Undang-undang (UU) Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian, dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian, maka pemerintah atau pemerintah daerah (Pemda) menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi. Ini merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (public service obligation) dan angkutan perintis. Karena itu, menurut Yudi, PT KAI tidak bisa menghentikan secara sepihak KRL ekonomi. Sebab, yang memiliki kewenangan itu adalah pemerintah, bukan PT KAI, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. "Keberadaan kereta api (KA) ekonomi merupakan tugas pemerintah menyediakan sarana untuk masyarakat kelas bawah sebagaimana diamanatkan pasal 152 dan 153 UU No. 23/2007. Dengan demikian, yang bisa mencabut keberadaan KA kelas ekonomi hanyalah pemerintah. Dan jika pemerintah sudah menyetujui, selisih tarif harus ditanggung pemerintah. Jika belum siap, ya harus ditunda dulu penghapusannya," kata Yudi. Alternatif lain, menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pemerintah wajib menanggung selisih tarif kereta yang harus ditanggung masyarakat berpenghasilan rendah menyusul rencana penghapusan KRL ekonomi per 1 April 2013 mendatang.Yudi mengungkapkan, pada dasarnya ia sepakat dengan upaya PT KAI untuk meningkatkan pelayanan kereta dengan mengganti secara gradual KRL ekonomi menjadi KRL ekonomi AC atau commuter line. "Tapi kebijakan ini perlu mempertimbangkan daya beli masyarakat," ujar Yudi, Senin (25/3).Menurut Yudi, secara daya beli, masyarakat pengguna KRL mayoritas tergolong tidak mampu. Untuk itu, ia menilai seharusnya pemerintah menanggung selisih tarif yang ditetapkan oleh PT KAI dengan tarif yang ditetapkan pemerintah.