Kajian lingkungan soal reklamasi segera rampung



JAKARTA. Kajian lingkungan hidup Strategis (KLHS) soal reklamasi pantai utara Jakarta mesti segera dirampungkan oleh Badan Pengelolaan lingkungan hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta.

Hal ini diperlukan untuk memberi kepastian terhadap nasib proyek yang sudah tertunda lebih dari 9 bulan tersebut.

Apalagi sejumlah pakar lingkungan menilai proyek reklamasi di Teluk Jakarta justru akan memperbaiki ekosistem wilayah tersebut yang kini sudah sangat rusak. "Yang diperlukan sekarang tinggal edukasi kepada pihak yang masih belum memahami," kata Pakar dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung, Hernawan Mahfudz di Jakarta, Rabu (18/1).


Ia menjelaskan reklamasi menjadi salah satu opsi yang paling masuk akal untuk mengembangkan (revitalisasi) Teluk Jakarta sebagai salah satu kawasan vital di Jakarta dan Indonesia.

Di saat yang sama, reklamasi juga menjadi pilihan untuk mengembalikan kondisi lingkungan (restorasi) Teluk Jakarta di tengah keterbatasan dana pemerintah.

Berdasarkan kajian awal, Proyek Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) yang nantinya terintegrasi dengan reklamasi 17 Pulau membutuhkan dana hingga Rp 540 triliun. Dana sebesar itu bisa dipenuhi oleh pengembang secara bersama-sama.

Sedangkan Pakar Geoteknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Herman Wahyudi, dalam sejumlah kesempatan menegaskan reklamasi tidak masalah.

Berbagai kekhawatiran tentang dampak yang akan muncul dapat diselesaikan secara teknis.

Ia mencontohkan untuk menanggulangi agar pasir reklamasi tidak tergerus dan mengurangi pencemaran bisa dipasang tanggul dari karung pasir (sand bag).

Adapun untuk menahan butiran halus yang mengambang di permukaan air laut agar tidak menyebar dapat dipakai barikade pasir.

Teknik-teknik seperti itu sudah lazim digunakan saat penanganan tumpahan minyak di laut.

"Pengembangan kawasan di Teluk Jakarta yang berbentuk pulau-pulau yang terpisah dengan daratan sudah tepat karena dapat menghindarkan laut dari proses sedimentasi," kata Herman ketika dihubungi wartawan, Rabu (18/1/2017).

Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung telah mengisyaratkan keinginannya agar proyek reklamasi di Teluk Jakarta tetap berjalan pada September 2016 lalu.

Tapi Presiden Jokowi meminta seluruh pihak mengikuti aturan dan tahapan yang berlaku.

Bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah diminta melakukan kajian.

Akhir Oktober 2016, Bappenas telah menyampaikan hasil kajiannya kepada Jokowi.

Hasilnya dokumen KLHS dinilai penting untuk keberlanjutan reklamasi di pantai utara Jakarta. Para pakar pun menyebut bahwa dokumen itu amat penting untuk kelanjutan reklamasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup, bersama Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), KLHS adalah salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.

KLHS berisikan analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah.

Dokumen KLHS ini merupakan pendamping dari AMDAL yang disusun pengembang.

Walau pengembang telah melengkapi AMDAL namun KLHS belum selesai, maka proyek tak akan berlanjut. Makanya kini keberlanjutan reklamasi berada di tangan pemerintah. (Theo Yonathan Simon Laturiuw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan