Kakao dan CPO dorong penerimaan negara



JAKARTA. Pengenaan bea keluar kakao dan minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) sejak awal tahun ini turut mendongkrak kinerja penerimaan negara.Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat, hingga 28 Oktober 2010 total penerimaan dari sektor bea keluar mencapai Rp 4,119 triliun, atau 75,5% dari target Rp 5,454 triliun. Angka itu melonjak 649,4% dibanding penerimaan bea keluar periode sama 2009 yang Rp 549,61 miliar. Tahun lalu pendapatan bea keluar turun akibat krisis global.

Lonjakan pendapatan bea keluar ini, menurut Kepala Humas Ditjen Bea dan Cukai Evi Suhartantyo, karena terdongkrak pengenaan tarif bea keluar CPO dan kakao. "Harga referensi CPO dan kakao memang meningkat terus seiring naiknya harga minyak mentah dunia," ujarnya kepada KONTAN, dua hari lalu. Walhasil, bea keluar juga terus naik.

Catatan saja, untuk kakao, pemerintah memang mengenakan tarif bea keluar sejak April hingga September 2010 sebesar 10% dari total ekspor akibat harga kakao dunia melonjak. Sederhananya, setiap eksportir kakao harus menyetor bea keluar ke negara dari total ekspor mereka. Pada Oktober, bea keluar kakao memang turun menjadi 5%. Namun, sejak awal November 2010, bea keluar kakao kembali naik jadi 10%.


Adapun bea keluar CPO, pemerintah menetapkannya sejak Januari 2010. Pada bulan pertama tahun ini, bea keluar CPO sebesar 3% dari total ekspor. Padahal, sejak Oktober 2009, pemerintah membebaskan bea keluar CPO. Penetapan bea keluar CPO terus berlangsung hingga kini, dan cenderung naik seiring melonjaknya harga CPO. Terakhir, pemerintah menetapkan bea keluar ekspor CPO November 2010 sebesar 10%, naik dari 7,5% di Oktober.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan menyatakan, pemerintah memang mendapat untung besar dari kenaikan harga CPO. "Pemerintah dapat pemasukan tambahan, sedang pengusaha harus membayar lebih dari bea masuk tersebut," kata Fadhil.

Menurut Fadhil, dalam kondisi begini, petani kelapa sawit yang paling dirugikan. Sebab, industri pengolah kelapa sawit cenderung akan membeli rendah sawit dari petani. Ini, antara lain bertujuan untuk menekan kerugian akibat kenaikan bea keluar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can