JAKARTA. Peluang ekspor biji kakao mupun produk olahan setengah jadi kakao asal Indonesia masih sulit untuk masuk ke pasar Uni Eropa (UE). Selain persoalan selera, impor kakao Indonesia terkena bea masuk (BM) sekitar 8%-12%. Sedangkan untuk pajak impor ekspor kakao dari Afrika seperti Ghana ke Eropa 0%. Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, selama ini industri pengolahan cokelat di Eropa lebih memilih kakao dari kawasan Afrika. Asal tahu saja, selama ini konsumen di eropa lebih memilih untuk membeli produk kakao jenis fermentasi. "Padahal ekspor kakao Indonesia tidak difermentasi," kata Zulhefi, Selasa (15/4).Dengan jenis kakao tanpa fermentasi yang dihasilkan oleh petani lokal tersebut, sasaran utama penjualan kakao Indonesia mengarahnya ke beberapa negara seperti Malaysia, Cina, India dan Amerika Serikat (AS). Di negeri Jiran tersebut, Zulhefi mengatakan industri pengoalahan biji kakao sangat besar dan tumbuh dengan pesat. Dari pengolahan biji kakao yang hasilkan, ekspor produk olahan biji kakao asal Malaysia dipasarkan ke beberapa negara salah satunya Eropa. Berdasarkan catatan Askindo, pada tahun 2013 ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia mencapai 126.000 ton, atau sekitar 67% dari total ekspor biji kakao secara keseluruhan mencapai 188.000 ton. Sementara itu ekspor kakao bubuk, ekspor Indonesia ke Malaysia tahun lalu mencapai 26.000 ton, atau sekitar 22,9% dari total ekspor yang mencapai 113.468 ton.Hal yang sama juga terjadi dalam bentuk pasta cocoa. tahun lalu, ekspor pasta kakao Indonesia ke Malaysia mencapai volume 18.000 ton, atau sekitar 42,9% dari total ekspor pasta cocoa Indonesia yang mencapai 41.950 ton.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kakao Indonesia masih sulit tembus Eropa
JAKARTA. Peluang ekspor biji kakao mupun produk olahan setengah jadi kakao asal Indonesia masih sulit untuk masuk ke pasar Uni Eropa (UE). Selain persoalan selera, impor kakao Indonesia terkena bea masuk (BM) sekitar 8%-12%. Sedangkan untuk pajak impor ekspor kakao dari Afrika seperti Ghana ke Eropa 0%. Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, selama ini industri pengolahan cokelat di Eropa lebih memilih kakao dari kawasan Afrika. Asal tahu saja, selama ini konsumen di eropa lebih memilih untuk membeli produk kakao jenis fermentasi. "Padahal ekspor kakao Indonesia tidak difermentasi," kata Zulhefi, Selasa (15/4).Dengan jenis kakao tanpa fermentasi yang dihasilkan oleh petani lokal tersebut, sasaran utama penjualan kakao Indonesia mengarahnya ke beberapa negara seperti Malaysia, Cina, India dan Amerika Serikat (AS). Di negeri Jiran tersebut, Zulhefi mengatakan industri pengoalahan biji kakao sangat besar dan tumbuh dengan pesat. Dari pengolahan biji kakao yang hasilkan, ekspor produk olahan biji kakao asal Malaysia dipasarkan ke beberapa negara salah satunya Eropa. Berdasarkan catatan Askindo, pada tahun 2013 ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia mencapai 126.000 ton, atau sekitar 67% dari total ekspor biji kakao secara keseluruhan mencapai 188.000 ton. Sementara itu ekspor kakao bubuk, ekspor Indonesia ke Malaysia tahun lalu mencapai 26.000 ton, atau sekitar 22,9% dari total ekspor yang mencapai 113.468 ton.Hal yang sama juga terjadi dalam bentuk pasta cocoa. tahun lalu, ekspor pasta kakao Indonesia ke Malaysia mencapai volume 18.000 ton, atau sekitar 42,9% dari total ekspor pasta cocoa Indonesia yang mencapai 41.950 ton.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News