Kalah dari pemerintah terkait pembakaran hutan, Ini kata anak usaha Sampoerna Agro



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anak usaha PT Sampoerna Agro Tbk, PT National Sago Prima (NSP) angkat bicara terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi pemerintah terkait pembakaran hutan di Riau 2015 lalu.

Kuasa hukum PT NSP Harjon Sinaga dari Kantor Hukum Lubis Ganie Surowidjojo menegaskan, pihaknya belum menerima pemberitahuan putusan kasasi.

Tapi, secara prinsip ia menyayangkan putusan tersebut. "Kami menghormati pengadilan, namun kami menyayangkan putusan yang diambil," katanya lewat pesan singkat yang diterima KONTAN.CO.ID, Rabu (2/1).


Menurutnya, majelis hakim agung tidak tidak mempertimbangkan alat-alat bukti serta pendapat ilmiah dari para ahli yang ia ajukan di persidangan di pengadilan negeri yang semuanya mematahkan tuduhan dari Penggugat (pemerintah).

"Putusan hanya berdasarkan pada bukti-bukti dan asumsi yang lemah yang diajukan oleh Penggugat, dan salah menerapkan hukum," tambah dia.

"Hal ini terbukti dengan adanya putusan Pengadilan Tinggi yang menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya, dan adanya Dissenting Opinion, dimana salah satu hakim yang berkompeten dalam permasalahan lingkungan hidup menyatakan ketidaksetujuannya terhadap putusan Majelis Hakim ketika perkara tersebut diputus dalam tingkat Pengadilan Negeri," lanjut Harjon.

Untuk itu, ia saat ini masih menunggu salinan putusan MA. "Setelah kami menerima pemberitahuan putusan kasasi, kami akan berkonsultasi dengan klien kami untuk mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya yang akan ditempuh, termasuk kemungkinan upaya hukum Peninjauan Kembali," tutup dia.

Sekadat tahu saja, perkaraini bermula pada 2015 lalu Pemerintah yang diwakili KLHK mengajukan gugatan terhadap kebakaran hutan dan lahan di konsesi kepad PT NSP.

Gugatan itu awalnya diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas terjadinya kebakaran yang di konsesi perusahaan seluas 3.000 hektare (ha) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

PN pun saat itu memenangkan pemerintah dan menghukum PT NSP untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 319,17 miliar dari tuntutan sebesar Rp 319,17 miliar dan melakukan tindakan pemulihan sebesar Rp 753 miliar dari tuntutan Rp 753,75 miliar. Artinya, NSP harus membayar total Rp 1,07 triliun.

Selain itu, NSP juga harus membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50.000 setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan putusan. Tak terima PT NSP mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Majelis Pengadilan Tinggi pun menerima banding PT NSP dan menganulir putusan PN Jaksel.

Tapi dikutip dari situs resmi MA per hari ini, MA menerima putusan Kasasi pemerintah. Artinya, putusan ini telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi