Kalah Lagi! Apakah Era Kejayaan Pep Guardiola di Manchester City Mulai Memudar?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak Pep Guardiola memimpin Manchester City pada tahun 2016, klub ini mengalami transformasi luar biasa dengan torehan berbagai trofi, termasuk Liga Champions, enam gelar Liga Premier Inggris, dua Piala FA, empat Piala Liga, serta gelar-gelar bergengsi lainnya.

Namun, dengan serangkaian kekalahan baru-baru ini, muncul tanda-tanda bahwa City berada di persimpangan jalan, menghadapi tantangan terberat dalam era kepemimpinan Guardiola.

Rangkaian Kekalahan yang Mengkhawatirkan

Dalam pertandingan terakhir melawan Brighton, Manchester City menderita kekalahan keempat berturut-turut, yang merupakan rentetan terburuk dalam karier kepelatihan Guardiola.


Joao Pedro mencetak gol penyeimbang di menit ke-77, yang menjadi pemicu kebangkitan Brighton.

Baca Juga: Performa Arsenal Menurun, Arteta: Tak Perlu Reset Tim!

Hal ini menandai kali pertama City mengalami kekalahan empat kali berturut-turut sejak 2006.

Guardiola sendiri tampak tidak tenang di pinggir lapangan, bahkan terlibat diskusi panjang dengan bek Brighton, Jan Paul van Hecke, setelah pertandingan usai.

Dengan posisi City yang kini tertinggal lima poin dari pemuncak klasemen Liverpool, muncul pertanyaan besar mengenai potensi penurunan performa Manchester City di bawah Guardiola.

Banyak yang bertanya-tanya, apakah ini merupakan akhir dari era kejayaan mereka?

Statistik yang Menggambarkan Penurunan Performa City

Secara statistik, Manchester City mengalami penurunan baik di lini serang maupun pertahanan dibandingkan musim sebelumnya.

Rata-rata gol yang dicetak City turun dari 2,53 per pertandingan musim lalu menjadi hanya 2 gol per pertandingan musim ini.

Padahal, jumlah tembakan ke gawang mereka meningkat, dari 18,5 menjadi 19,6 tembakan per pertandingan.

Konversi peluang besar juga turun drastis, dari 38% menjadi 29,8%, menunjukkan bahwa ketajaman lini depan City mengalami penurunan signifikan.

Di sisi pertahanan, City kini kebobolan rata-rata 1,17 gol per pertandingan, naik dari 0,92 gol per pertandingan musim sebelumnya.

Mereka juga menghadapi lebih banyak tembakan dari lawan setiap pertandingan.

Ketidakstabilan ini memicu perhatian serius, terutama jika performa buruk ini berlanjut di pertandingan-pertandingan berikutnya.

Baca Juga: Ruben Amorim Temukan Racikan Jitu Tangani Masalah di Skuat Manchester United

Titik Lemah di Sisi Kanan Pertahanan City

City terlihat rentan di sisi kanan pertahanan, memberikan celah bagi tim lawan untuk melakukan serangan.

Dalam laga melawan Brighton, winger kiri Kaoru Mitoma memanfaatkan kelemahan ini, dengan catatan enam sentuhan di kotak penalti City dan 13 umpan di sepertiga akhir lapangan – terbanyak di antara pemain Brighton lainnya.

Strategi Brighton untuk menyerang melalui sisi kanan City terbukti efektif, dengan 44,9% serangan mereka diarahkan ke sisi tersebut dibandingkan hanya 26,9% di sisi kiri.

Kehilangan Rodri dan masalah kebugaran Kyle Walker, bek kanan utama, memperburuk keadaan ini.

Walker yang berusia 34 tahun kerap kesulitan menghadapi lawan yang lebih muda dan lincah.

Selain itu, Rico Lewis yang menggantikan Walker sering bergeser ke lini tengah, meninggalkan ruang yang dapat dieksploitasi oleh tim lawan. Hingga kini, 38,7% serangan dari lawan mengincar sisi kanan pertahanan City.

Dampak Absennya Rodri dalam Lini Tengah

Absennya Rodri di lini tengah semakin memperburuk situasi bagi Manchester City.

Rodri, yang mengalami cedera ligamen anterior melawan Arsenal, dikenal sebagai pemain kunci yang memberikan perlindungan terhadap lini belakang.

Statistik menunjukkan bahwa dengan Rodri di lapangan, City memenangkan 73,6% pertandingan, namun persentase kemenangan turun menjadi 58,3% ketika dia absen.

Baca Juga: Tottenham Hotspur Didakwa FA atas Nyanyian Homofobik Penggemar di Old Trafford

Hal ini menjadi bukti betapa pentingnya Rodri dalam menjaga kestabilan tim, dan ketidakhadirannya memengaruhi performa City secara signifikan.

Jamie Redknapp, analis sepak bola, menyatakan bahwa City tidak akan kehilangan empat pertandingan jika Rodri bermain.

"Saat Anda kehilangan gelandang terbaik di Eropa, tim pasti mengalami tekanan berat," ujar Redknapp.

Hal ini menjadi sorotan yang memperlihatkan ketergantungan City pada Rodri dalam menjalankan strategi Guardiola.

Tantangan Lain di Luar Lapangan

Selain permasalahan di lapangan, City juga menghadapi ketidakpastian di level manajemen.

Guardiola sendiri belum memperpanjang kontraknya yang berakhir pada Juni mendatang, sementara Direktur Sepak Bola Txiki Begiristain – rekan dekat Guardiola – diperkirakan akan meninggalkan City di akhir musim.

Kabar ini menimbulkan spekulasi mengenai masa depan Guardiola di Manchester City, terutama dengan adanya rumor bahwa Guardiola telah didekati oleh federasi sepak bola Brasil dan beberapa klub di Inggris.

Baca Juga: Dream Team Ruben Amorim di Manchester United dengan 4 Rekrutan Baru pada Januari 2025

Jika City dapat mengatasi periode sulit ini, Guardiola mungkin akan tetap bertahan. Namun, apabila City terus mengalami penurunan performa, masa depan Guardiola di klub ini akan semakin dipertanyakan.

Apakah City Membutuhkan Regenerasi Skuad?

Setelah memenangkan berbagai trofi di bawah Guardiola, mungkin saatnya bagi City untuk mempertimbangkan regenerasi skuad.

Pemain-pemain kunci seperti Kevin de Bruyne, Ruben Dias, Jack Grealish, dan Nathan Ake sering kali absen karena cedera, yang mengurangi kedalaman skuad.

City membutuhkan pemain-pemain baru dengan semangat dan ambisi untuk menjaga daya saing mereka di liga yang semakin kompetitif.

Guardiola dikenal sebagai pelatih yang bersemangat dan memiliki standar tinggi bagi pemainnya.

Ia tidak akan menerima penurunan kualitas dari skuadnya dan akan terus menuntut yang terbaik.

Namun, untuk mempertahankan dominasi mereka di Liga Premier, City perlu menyegarkan skuad mereka dengan talenta-talenta baru.

Baca Juga: Real Madrid Kembali ke Jalur Kemenangan, Hajar Osasuna 4-0 di Santiago Bernabeu

Apakah Era Guardiola di Manchester City Akan Berakhir?

Tidak dapat dipungkiri bahwa Guardiola dan Manchester City telah menghadirkan era kesuksesan luar biasa.

Namun, empat kekalahan beruntun dan sejumlah tantangan di lapangan maupun manajemen klub menjadi pertanda bahwa City berada di titik krusial dalam sejarahnya.

Meskipun demikian, Guardiola telah membuktikan bahwa ia mampu mengatasi rintangan dan memenangkan trofi, bahkan ketika menghadapi tekanan.

Hanya waktu yang akan menjawab apakah ini benar-benar akhir dari era Guardiola di Manchester City, atau justru titik balik menuju kebangkitan kembali.

Liverpool dan Arsenal yang saat ini berada di puncak klasemen akan terus menjadi ancaman. Namun, jangan pernah meremehkan kemampuan Guardiola dan Manchester City untuk bangkit.

Editor: Handoyo .