Kalau Minyak Dunia Semakin Murah, BBM Juga Harus Turun



JAKARTA. Kendati harga minyak mentah kian murah, pemerintah masih juga lamban meresponnya dengan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kali ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali hanya mengisyaratkan pemerintah akan menurunkan harga jika harga minyak dunia masih terus merosot. Presiden menyampaikan sinyal ini Minggu (21/12) kemarin, dalam acara Musyawarah Nasional (Munas) V Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Sejak 1 Desember 2008 lalu pemerintah sudah dua kali memangkas harga BBM. Penurunan harga ini seiring dengan melorotnya harga minyak mentah dunia. Tapi jelas terlihat, penurunan harga BBM bersubsidi tidaklah secepat penurunan harga minyak. Pemerintah selalu beralasan, kurs rupiah yang belakangan melemah adalah sebab lambannya penurunan harga BBM bersubsidi. Padahal, juga jelas terlihat, melemahnya kurs rupiah tidaklah setajam penurunan harga minyak dunia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan, saat ini pemerintah masih sedang menghitung harga baru BBM bersubsidi. "Kami meng-exercise sampai harga minyak mentah US$ 30 per barel," ujarnya. Namun, Anggito masih merahasiakan hasil perhitungan itu. Dia masih menunggu stabilnya nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah dunia. Pengamat Perminyakan Kurtubi meramalkan, harga minyak mentah bisa terus tergerus meski Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas produksi. Sebabnya, permintaan minyak memang menurun drastis. Kurtubi memperkirakan, harga minyak bisa turun hingga US$ 30 per barel. Kalau kondisi itu terjadi, Kurtubi pun menyarankan pemerintah segera memangkas lagi harga Premium dan Solar hingga menjadi Rp 4.000 per liter. Kembali lagi, satu-satunya faktor yang masih bisa menjadi alasan penghambat penurunan harga BBM adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ikhsan memprediksi, nilai tukar rupiah masih akan melemah hingga semester pertama 2009 nanti. "Karena situasi ekonomi Amerika yang belum ada tanda-tanda pemulihan," ujar Fauzi. Ramalan Standard Chartered, sepanjang 2009 nanti, nilai tukar rupiah berada pada level Rp 10.000 hingga Rp 10.500 per dolar AS. Fauzi mengatakan, rupiah baru menguat pada semester kedua tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie