KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF) mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebanyak 19% secara
year on year (yoy) pada kuartal IV tahun 2020, menjadi Rp 706 miliar. Hal ini membuat laba bersih KLBF di tahun 2020 mengalami kenaikan 9% secara yoy, menjadi Rp 2,7 triliun. KLBF di tahun 2020 mengalami kenaikan penjualan 4% secara yoy di kuartal IV 2020, hal ini didorong oleh konsumsi kesehatan yang naik 5%, nutrisi naik 2%, dan distribusi naik 9%. Akan tetapi,
sales farmasi masih turun sebanyak 3% di kuartal IV 2020, menurut Analis CGS CIMB Patricia Gabriela dan Marcella Regina dalam risetnya yang dirilis pada 7 April 2021, hal ini karena tertekan oleh penurunan permintaan obat secara keseluruhan.
Dengan demikian,
sales sepanjang tahun 2020 meningkat 2% secara yoy. Menurut Patricia dan Marcella dalam risetnya, kontribusi yang lebih tinggi dari segmen distribusi dengan margin yang lebih rendah dan obat generik tidak bermerek di bidang farmasi, serta harga susu bubuk skim yang lebih tinggi menyebabkan margin laba kotor (GPM) mengalami penurunan 4,7% poin secara qoq dan 1,6% poin secara yoy menjadi 41,1% di kuartal IV 2020.
Baca Juga: Emiten Farmasi Paling Kinclong Saat Pandemi, Saham KLBF dan SIDO bisa Dicermati Target perusahaan di tahun ini mengalami pertumbuhan
sales laba bersih mencapai 5-6%. Patricia dan Marcella dalam risetnya sales farmasi akan lemah di tahun 2021, dengan hanya mengalami kenaikan 3% secara yoy. Patricia dan Marcella melihat permintaan obat-obatan belum pulih secara
year to date (ytd) karena mobilitas rumah sakit yang masih sepi. KLBF berencana meningkatkan porsi obat tidak bermerek dari
sales farmasi, dari 23% pada tahun 2020 menjadi 24-25% dalam 3-4 tahun ke depan, dengan memasukan lebih banyak obat ke dalam program BPJS Kesehatan. KLBF juga mengharapkan sales pada obat khusus tumbuh lebih cepat, dari 13%-15%
sales farmasi pada tahun 2020 menjadi lebih dari 20% dalam 3 tahun - 5 tahun ke depan, mengimbangi tren penurunan profitabilitas di segmen farmasi. Terlepas dari itu, Patricia dan Marcella masih mengekspektasikan GPM farmasi yang turun 0,4% poin secara yoy menjadi 53%. Mengingat perubahan perilaku konsumen ke arah produk yang lebih terjangkau, perusahaan melihat kenaikan harga terbatas di tahun 2021.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham-saham emiten farmasi berikut ini Di sisi lain, vaksin KLBF masih menunggu persetujuan uji klinis fase 2 dan fase 3 untuk vaksin Genexine dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Emergency Use Authorization (EUA) diharapkan dapat diperoleh pada September tahun ini, sehingga komersialisasi dapat dimulai pada kuartal IV 2021. Untuk tahap awal, KLBF akan memesan dua juta dosis vaksin dari Genexine. Dengan estimasi harga jual US$ 10 per dosis vaksin, pendapatan dari vaksin diekspektasikan dapat naik menjadi Rp 290 miliar.
Baca Juga: Strategi Kalbe Farma (KLBF) tetap melakukan ekspansi di Myanmar KLBF melalui anak perusahaan distribusinya Enseval juga telah ditunjuk untuk mendistribusikan vaksin Sinovac di 7 provinsi, antara lain Sumatra Barat, Riau, Kalimantan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Belum ada detail mengenai volume, tetapi hal ini dapat mendukung pertumbuhan distribusinya. Risiko positif adalah permintaan yang lebih tinggi untuk vaksin Genexine Covid-19. Risiko negatif merupakan pertumbuhan pendapatan yang lebih lambat. Patricia dan Marcella dalam risetnya mempertahankan Add pada KLBF dengan target harga Rp 1.950 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli