KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF) selalu menyiapkan kas dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Ini merupakan sarana lindung nilai atawa
hedging bagi emiten farmasi tersebut. "Kebijakan kami selalu menyisihkan cadangan US$ 50 juta hingga US$ 60 juta," ujar Direktur Utama KLBF Vidjongtius kepada Kontan.co.id belum lama ini. Secara berkala, KLBF membeli dollar AS di bank. Nilainya disesuaikan dengan biaya impor bahan baku yang sudah dilakukan pada periode sebelumnya. "Sehingga, saldo cadangan dolar AS tetap terjaga," imbuh Vidjongtius.
Baca Juga: Kalbe Farma (KLBF) dan Indofarma (INAF) Bersaing di Bisnis Alat Kesehatan Dia menambahkan, pihaknya belum berencana menambah saldo kas dalam dolar AS untuk tahun ini. Besaran yang sudah disiapkan dinilai masih cukup untuk menghadapi fluktuasi kurs. "Industri masih bisa menanggulanginya selama depresiasi dalam
range normal," terang Vidjongtius. Memang, jika menilik kinerja keuangan kuartal pertama kemarin,
KLBF masih bisa berkelit dari dampak depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Pada periode tersebut, margin laba kotor KLBF sebesar 45,16%, hanya turun tipis dibanding kuartal pertama 2019 sebesar 46,55%. Artinya, tidak ada lonjakan beban pokok akibat depresiasi rupiah seperti yang sempat menjadi isu beberapa waktu lalu. Potensi tekanan kurs muncul lantaran selama ini emiten farmasi masih mengimpor mayoritas bahan bakunya, terutama untuk produksi obat. Hal ini berpotensi menekan kinerja keuangan ketika rupiah melemah. Beban pokok
KLBF secara tahunan memang meningkat 10%. Namun, beban bahan baku KLBF secara konsolidasi justru turun 5,69% menjadi Rp 1,19 triliun kuartal pertama kemarin. "Margin yang lebih rendah ada di divisi distribusi dan logistik," ujar Vidjongtius kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Baca Juga: Industri manufaktur atur ulang alokasi capex tahun ini akibat wabah virus corona Beban pokok pada divisi tersebut memang naik 18,71% menjadi Rp 1,36 triliun. Kenaikan ini membuat laba kotor divisi distribusi dan logistik turun 0,03% menjadi Rp 435,88 miliar. Sedangkan beban pokok di divisi obat resep naik 0,6%. Namun, dengan penjualan yang meningkat 5%, laba kotor
KLBF dari divisi ini masih naik 4,8% menjadi Rp 754,37 miliar. Masih berbicara soal
gross margin yang mencerminkan kondisi bisnis secara riil. Secara kuartalan,
gross margin KLBF kuartal pertama kemarin justru lebih tinggi dibanding kuartal IV-2019. "Ini terjadi karena setiap kuartal selalu terjadi perubahan penjualan produk dari empat divisi yang kami miliki," terang Vidjongtius. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati