Kalbe Farma putar otak demi mengatasi penurunan daya beli dan volatilitas rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Kalbe Farma Tbk diperkirakan masih tumbuh positif kendati dihadapkan pada tantangan bisnis tahun ini. Sejumlah langkah ekspansi diharapkan dapat membawa dampak positif pada masa mendatang.

Memang, pada kuartal I-2018, kinerja emiten berkode saham KLBF ini hanya naik tipis. Berdasarkan laporan keuangan KLBF, pendapatan cuma naik 2,38% menjadi Rp 5,01 triliun. Adapun laba bersih emiten farmasi ini naik tipis 0,2% jadi Rp 589,44 miliar.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin menjelaskan, KLBF masih bergulat dengan daya beli masyarakat yang cenderung stagnan. Karena masih bergantung pada faktor konsumsi masyarakat, Mimi pun memperkirakan pendapatan KLBF maksimal hanya tumbuh 7,3% menjadi Rp 21,65 triliun pada akhir 2018 nanti.


Adapun laba bersih emiten ini ditaksir akan naik 2,5% menjadi Rp 2,46 triliun. "Pertumbuhan pendapatan 7,3% sejalan dengan target perusahaan di kisaran 7%--9%," kata Mimi, Senin (30/4).

Ekspansi usaha

Realisasi pertumbuhan konsumsi masyarakat bukan satu-satunya tantangan KLBF pada tahun ini. Kinerja emiten yang terdaftar di bursa sejak 1991 tersebut juga terhambat penutupan sejumlah pabrik farmasi kimia di China. 

Hal tersebut dapat membuat harga bahan baku KLBF membengkak sekitar 10%-20% pada tahun ini. Mengingat, bahan baku dari China menyumbang 40%-50% dari total biaya bahan baku KLBF. Potensi meningkatnya harga bahan baku bakal merugikan KLBF ketika tren pelemahan rupiah terjadi.

Meski begitu, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio menilai, KLBF masih bisa menerapkan hedging atau lindung nilai ketika volatilitas rupiah meningkat. Hal tersebut dapat mengurangi potensi kerugian kurs.

Strategi tersebut lebih efisien ketimbang meningkatkan harga jual produk guna menekan kenaikan beban biaya. Sebab, sukses tidaknya cara tersebut bakal bergantung pada daya beli masyarakat.

 Untungnya, KLBF melalui anak usaha PT Kalbio Global Medika telah meresmikan pabrik bahan baku obat dan produk biologi (biosimilar) pada Februari lalu. Produk yang dihasilkan dari pabrik tersebut baru dipasarkan akhir tahun nanti.

Bertoni memandang ekspansi tersebut merupakan langkah jitu KLBF untuk mengurangi kebutuhan bahan baku dari luar negeri yang rentan terhadap volatilitas rupiah. "Diharapkan beban pokok produksi perusahaan bisa berkurang," jelas dia.

Tahun ini pun KLBF ingin memperkuat pasar luar negeri dengan membangun pabrik di Myanmar. Saat ini, KLBF sedang mengurus izin pembangunan. Emiten ini juga menggandeng partner setempat agar memudahkan proses pembangunan pabrik baru.

Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya menganggap ekspansi mancanegara KLBF sebagai upaya untuk memperluas pangsa pasarnya. Terlebih, kini KLBF memiliki produk yang sangat beragam.

Jika dahulu, KLBF fokus pada produk di bidang farmasi, kini emiten tersebut telah memiliki sejumlah produk konsumer, seperti susu dan makanan bernutrisi. "Ini membuat KLBF memiliki banyak konsumen dengan berbagai kebutuhan," ujar William.

William merekomendasikan beli saham KLBF dengan target harga Rp 1.950 per saham. Bertoni memberi rekomendasi beli saham KLBF dengan target harga Rp 1.700 per saham. Adapun Mimi menyarankan trading buy saham KLBF dengan target harga Rp 1.730 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati