Kalbe Farma yakin bisa tumbuh



JAKARTA. PT Hexpharm Jaya Laboratories, anak usaha PT Kalbe Farma Tbk yang bekerjasama dengan PT Bernofarm mengklaim tak terpengaruh oleh kasus kematian tiga pasien usai mengkonsumsi obat anestesi Bupivacaine. Kini, Kementerian Kesehatan menghentikan produksi dan penggunaan obat tersebut untuk sementara waktu.

Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga kini masih menyelidiki penyebab kematian tiga pasien di Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu, Lampung. Mereka diduga tewas usai menggunakan obat bius Bupivacaine Spinal setelah menjalani operasi.

Dari sisi bisnis, Direktur Kalbe Farma Vidjongtius meyakinkan bahwa masalah tersebut tidak berdampak secara material bagi Kalbe Farma. Sebab, kerjasama Bernofarm bukan bisnis yang besar.


Dia menyatakan, kerjasama anak usahanya lebih kepada contract manufacturing yang produksinya berupa obat resep. Lagi pula, "Kami tidak memproduksi Bupivacaine," tandas Vidjongtius kepada KONTAN, Kamis (14/4).

Perusahaan farmasi berkode saham KLBF ini menunjukkan pertumbuhan penjualan yang cukup baik pada kuartal I-2016 ini dibandingkan dengan penjualan pada periode yang sama tahun lalu. Tanpa menyebutkan volume dan nilai penjualannya pada awal tahun ini, Vidjongtius mengatakan tren kenaikan tersebut relatif menggembirakan.

Ia menyebut produk consumer health dan nutrisi memberikan kontribusi cukup besar di kenaikan penjualan pada kuartal I-2016. Selain itu, perusahaan ini menargetkan kontribusi produksi obat herbalĀ  meningkat 10%-15% dibandingkan dengan tahun lalu. "Tahun lalu 1%-2% dari total penjualan perusahaan," terang dia.

Obat herbal KLBF adalah Gazero, Bintang 7 Masuk Angin "Bejo", Komix Herbal, Woods Herbal, Komix Lo Han Kuo.

Selain terus memperbesar pasar herbal, untuk memasarkan produk, KLBF juga masuk ke dalam pengadaan e-catalog obat pemerintah. Nilai e-catalog ini kata Vidjongtius tidak terlalu besar yaitu 3%-4% dari total penjualan tahun lalu. Jika penjualan tahun lalu Rp 19,8 triliun, maka e-catalogĀ  berkisar Rp 594 miliar.

Selain itu perusahaan ini juga berharap pembangunan pabrik obat berbasis biologi di Cikarang diharapkan bisa berproduksi mulai 2018. Produksi obat berbasis biologi ini bakal diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Targetnya pabrik ini minimal bisa memproduksi 20 juta unit per tahun.

Perusahaan tahun ini juga sudah merencanakan menyediakan dana belanja modal sebesar Rp 1 triliun sampai Rp 1,5 triliun. Sebesar Rp 300 miliar untuk pembangunan pabrik obat resep baru di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Proyek ini pembangunannya sudah jalan dan diharapkan bisa beroperasi pada tahun 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini