Kali pertama dalam 44 tahun, pertumbuhan ekonomi China diramal 0%!



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ekonomi China menunjukkan sedikit tanda-tanda pulih dari kehancuran yang disebabkan oleh pandemi virus corona. Akan tetapi, jalan ke depan sangat tidak menentu. Banyak pihak yang memprediksi, pertumbuhan ekonomi China dapat terhapus seluruhnya pada tahun 2020, sehingga menempatkan jutaan pekerjaan dalam bahaya.

Melansir CNN, menurut perkiraan para analis baru-baru ini, termasuk seorang ekonom pemerintah China, pertumbuhan PDB tahun ini di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu bisa merosot menjadi hanya 1% atau 2%, turun dari 6,1% pada 2019. 

Baca Juga: Karena corona, ekonomi Malaysia diramal anjlok ke level terendah dalam satu dekade


Dalam skenario terburuk, Bank Dunia memperingatkan pada awal pekan ini, ekonomi bernilai US$ 14 triliun itu mungkin tidak tumbuh sama sekali. Itu akan menjadi kinerja terlemah China dalam 44 tahun terakhir, lebih buruk bahkan dari penurunan ekonomi akibat resesi global pada 2008-2009 dan pada 1990, ketika Barat memberlakukan sanksi terhadap China setelah melakukan pembantaian di Lapangan Tiananmen.

CNN menulis, analis dari UBS dan Goldman Sachs baru-baru ini memangkas estimasi pertumbuhan China di 2020 masing-masing menjadi 1,5% dan 3%.

Baca Juga: Taiwan berharap tidak menghabiskan lebih dari US$ 35 miliar akibat wabah corona

Bahkan para pejabat Cina, yang telah menetapkan target PDB tahunan setiap tahun sejak 1985, membuat prediksi yang pesimistis. Seorang pembuat kebijakan di People's Bank of China (PBOC) mengatakan minggu ini bahwa pemerintah seharusnya tidak menetapkan target untuk tahun 2020.

"Sulit untuk bahkan merealisasikan pertumbuhan antara 4% dan 5%. Banyak yang memperkirakan pertumbuhan akan turun menjadi hanya 1% atau 2% (tahun ini). Keadaan ini semua dimungkinkan," jelas Ma Jun, anggota komite kebijakan moneter di bank sentral China mengatakan kepada Harian Ekonomi milik negara, seperti yang dikutip CNN.

Baca Juga: Biaya pandemi virus corona bisa mencapai US$ 4,1 triliun!

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie