KONTAN.CO.ID -
Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) telah turun dua kali sejak Juli 2019 dari 6% menjadi 5,5%. Penurunan suku bunga ini diharapkan bisa memacu laju ekonomi, termasuk sektor properti. Bagaimana perusahaan properti menangkap peluang ini? Kepada Wartawan KONTAN
Merlinda Riska, CEO PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Thomas Johannes Angfendy memaparkan strateginya. Tahun 2016, hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengangkat saya sebagai Direktur Utama PT Metropolitan Land Tbk (Metland). Sejak itu, saya banyak menerapkan nilai-nilai positif dari direktur utama sebelumnya, yakni Bapak Nanda Widya. Namun, saya tetap menjadi diri saya sendiri. Dalam arti begini, ada nilai baru yang saya terapkan dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi saat itu. Salah satunya adalah aturan untuk sumber daya manusia (SDM). Dulu, Metland masih bisa menerima orang yang sudah keluar dari Metland, kemudian datang ingin bekerja kembali. Bahkan, pernah satu orang yang sama tiga kali keluar-masuk Metland.
Tahun 2017, saya putuskan untuk tidak menerima lagi mereka yang sudah keluar dari Metland. Kecuali jika Metland yang membutuhkan karyawan tersebut. Karena saya tidak ingin Metland hanya sekadar dijadikan tempat persinggahan. Secara fundamental, saat itu bisa dikatakan kinerja Metland sudah cukup baik. Terbukti dari kemampuannya melewati krisis ekonomi tahun 1998 dan tahun 2008. Saya yang sudah bergabung di perusahaan ini sejak 1989 dan pernah duduk di jabatan direktur pemasaran semakin yakin, Metland memiliki masa depan yang cerah. Secara portofolio bisnis, Metland memiliki portofolio komersial dan portofolio residensial. Untuk melihat pertumbuhan bisnis, biasanya dilihat dari proyek residensial yang dikembangkan. Sementara untuk menjaga
sustainability adalah dari proyek komersial. Idealnya, kedua portofolio ini bisa memberikan porsi yang seimbang. Namun, pertumbuhan dua portofolio ini erat kaitannya dengan kondisi ekonomi dan politik. Lantaran dua kondisi yang berubah-ubah itulah, porsinya bisa berbeda. Sampai Juni 2019, Metland kuat di portofolio residensial, yakni perumahan dengan porsi
marketing sales 75,8%. Sedangkan untuk komersial, yakni
recurring income dari hotel dan mall porsinya 24,2%. Sewaktu krisis moneter, residensial turun, namun
recurring income Metland cukup kuat, jadi tetap sustain. Hingga pengujung semester satu 2019, Metland sudah membukukan
marketing sales sebesar Rp 1,029 triliun. Tahun ini Metland membidik
marketing sales sebesar Rp 2,2 triliun. Saya optimistis target ini bisa tercapai. Karena suku bunga turun diharapkan bisa mendorong kredit pemilikan rumah (KPR). Ini situasi yang menantang juga buat Metland. Tapi, proyek Metland ini kebanyakan ditujukan untuk
end user bukan spekulan. Jadi, saya yakin dengan berbagai trik promosi, target yang telah ditetapkan bisa tercapai. Trik promosi yang diterapkan juga biasanya menyesuaikan dengan situasi di setiap lokasi proyek. Misalnya, ada promosi pembelian unit disertai bonus kulkas. Namun, pelanggan inginnya bonus
air conditioner (AC). Nah, SDM di Metland ini harus bisa mengambil keputusan secara cepat, namun terukur. Karena kalau tidak cepat, pelanggan pasti akan lari ke yang lain. Begitulah pasar di properti
end user ini. Perkuat proyek Selain strategi
marketing yang jitu dan tepat sasaran, strategi lainnya adalah mengembangkan proyek yang sudah ada dan yang baru. Prinsip pembangunan yang dilakukan Metland yang utama adalah punya desain yang fungsional. Boleh artistik, tapi tetap bermanfaat. Misalnya, tangga yang ada di unit Metland itu tidak berbelok-belok. Karena orang kalau sudah usia 50 tahun, tidak akan bisa naik. Pengembangan proyek yang sudah ada, misalnya untuk di Metland Cibitung, akan dikembangkan pembangunan proyek komersial, berupa mall. Selain itu juga pengembangan residensial di kawasan tersebut. Karena lahan Metland di situ cukup luas, area perumahan seluas 400 hektare (ha). Penjualannya juga sangat bagus. Apalagi dengan baru-baru ini diresmikannya stasiun Kereta Api Telaga Murni Metland. Adanya stasiun ini membuat pasar kami menjadi semakin luas. Bukan hanya untuk orang di sekitar Bekasi, Cibitung atau Cikarang saja, tapi juga sampai ke pekerja di Jakarta. Karena jalur kereta ini sampai Tanah Abang, bahkan bisa menuju Bogor juga. Untuk pengembangan proyek baru misalnya, Metland ingin kembangkan properti di Kertajati, dekat bandara. Kemudian, proyek komersial di Bali, yakni Royal Venya Villa dan Hotel Bali. Harapannya, Metland jadi perusahaan properti, mungkin bukan yang terbesar, tapi terkemuka dan tepercaya.
Thomas Johannes Angfendy Chief Executive Officer Metland Mengelola emosi Thomas J. Angfendy merasa bersyukur bisa bertemu dan bekerja di bawah kepemimpinan direktur utama Metland sebelumnya, Nanda Widya. Thomas mengenal Nanda sejak dia bekerja di Metland tahun 1989. Selama mengenal Nanda, ia tak pernah melihat Nanda marah-marah. Thomas yang berasal dari Manado, mengaku memiliki kepribadian yang impulsif. Ia sering meminta saran atasannya itu untuk bisa mengelola emosinya. "Saya ini punya karakter yang meletup-letup, kalau bicara juga keras, walaupun saya tidak dalam kondisi marah. Jadi, saya minta saran Pak Nanda gimana caranya supaya tidak marah," katanya. Lelaki kelahiran Manado, 16 Mei 1960 ini pun memperoleh resep dari Nanda. Salah satu cara mengelola emosi adalah konsentrasi. Dengan berkonsentrasi, pikiran bisa tetap sadar. Tidak terbawa amarah. Nah, cara untuk bisa berkonsentrasi adalah dengan meditasi. Bagi pemula, meditasi bisa dilakukan dengan cara berhitung satu sampai sembilan sebelum tidur, kemudian diulangi kembali. "Begitu hitungan ternyata nyambung ke sepuluh, sebelas, dan selanjutnya, artinya sudah tidak sadar. Konsentrasi jadi buyar," paparnya. Selain itu, seringkali Nanda membagikan kisah inspiratif mengenai nilai-nilai kepemimpinan. Seperti bagaimana cara seseorang merespons tantangan. Salah satu kisah yang berkesan bagi Thomas adalah cerita seseorang yang kehilangan sepatu. Berhari-hari dicari di rumah, di kantor, di mana saja, tapi tidak ketemu. Hingga akhirnya dia bertanya kepada seorang yang bijak. "Saya kehilangan sepatu, sudah saya cari-cari ke mana-mana tak ketemu," kata Thomas menirukan seorang tersebut. "Saya tahu sepatumu ada di mana, sepatumu ada di pikiranmu," ucap Thomas menirukan sang bijak. Nah, pesan moral dari kisah ini adalah menjadi orang itu harus realistis, tidak bisa terus-menerus hidup di pikiran. Ini juga yang harus dilakukan pimpinan. Pemimpin sering merasa terbebani dengan target yang menantang. Target-target ini terus menghantui pikirannya hingga akhirnya menekan bawahannya.
Thomas selalu ingat menjadi pemimpin tidak bisa seperti itu. Pemimpin harus mau turun, membantu karyawan bergerak cepat tapi sesuai dengan koridor. "Jadi karyawan tahu kerja keras itu seperti apa dan hasilnya bagaimana. Sehingga target ini tidak jadi beban pikiran, tapi bersama dicari solusinya," ujarnya. Thomas juga menekankan, solusi harus lah merupakan keputusan tim. Dan, direksi adalah tim. "Target akan tercapai dan bisa dilakukan semua karyawan jika pemimpin bisa mengelola emosi dan tepat dalam bereaksi," imbuhnya.♦
Merlinda Riska Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi