JAKARTA. Kinerja ekspor produk minyak sawit Indonesia selama kuartal pertama 2017 meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu. Pada kuartal pertama 2017 total ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 8,02 juta ton atau meningkat 23,5% dibandingkan kuartal pertama 2016 yang sebesar 6,49 juta ton. Angka ini menunjukkan kalau ekspor crude palm oil (CPO) dan turunnya masih tumbuh positif di tengah kampanye negatif yang terus dilancarkan pihak Barat. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan peningkatakan ekspor CPO dan turunnya tak terlepas dari kebutuhan kosumsi minyak nabati dunia yang terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi masyarakat di dunia.
"Bahkan secara mengejutkan pada bulan Maret 2017 saat parlemen Uni Eropa (UE) mengelurkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit justru ekspor CPO meningkat ke Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS)," ujar Fadhil, Rabu (10/5). Fadhil menguraikan ekspor minyak kelapa sawit ke UE tercatat meningkat menjadi 430.030 ton atau naik 27% dibandingkan ekspor pada bulan Februari yang mencapai 352.020 ton. Peningkatan permintaan yang cukup signifikan juga dicatatkan oleh Negeri Paman Sam. Naiknya ekspor ke negara-negara Eropa menunjukkan bahwa negara-negara ini tetap membutuhkan minyak sawit karena dalam beberapa proses produksi di industri terutama untuk produk-produk yang digunakan dalam rumah tangga sehari-hari sangat tergantung pada minyak sawit karena harganya yang murah dibandingkan jika menggantikan dengan sumber dari minyak nabati lain. Ekspor biodiesel ke AS juga meningkat sebesar 52% atau dari 54,850 ton di Februari meningkat menjadi 83,380 ton pada bulan Maret. Kenaikan permintaan minyak sawit dari Indonesia juga diikuti oleh negara-negara Africa 13% dan Pakistan 10%. Padahal beberapa minggu sebelumnya Asosiasi Minyak Nabati Amerika Serikat juga menuduh Indonesia melakukan praktek dumping terhadap biodiesel yang diekspor. Namun hal ini belum berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Oke Nurwan mengatakan pihaknya tidak khawatir terkait resolusi parlemen Uni Eropa dan tudingan damping Asosiasi Produsen Minyak Nabati AS terhadap produk CPO. Pasalnya, kalau mereka serius anti pada produk CPO, maka seharusnya mereka melarang penjualan CPO ke negara mereka. "Tapi justru mereka membutuhkan CPO, tapi mereka tidak mau kalah bersaing dengan Indonesia karena mereka hanya dapat memproduksi minyak nabati lain di luar sawit,"ujar Oke. Hal itu terlihat dari sikap UE dan AS yang hanya mempersoalkan produk CPO dan tidak mempersoalkan produk minyak nabati lainnya. Menurutnya, kalau memang mau adil, harusnya minyak nabati lain juga harus memiliki sertifikat ramah lingkungan seperti yang diterapkan pada minyak kelapa sawit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto