JAKARTA. Warga asli Betawi memiliki kekayaan tradisional laksana suku-suku lain di negeri ini. Sayang, sebagian mulai tergerus zaman. Salah satunya, tradisi kain batik Betawi. Inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merintis sebuah kampung batik tulis Betawi. Lokasinya di Jalan Terogong III, Cilandak, Jakarta Selatan. Ada sekitar 11 perajin yang tergabung dalam satu paguyuban. Ketika KONTAN menyambangi lokasi tersebut, Rabu (23/10), para perajin terlihat menggoreskan malam di atas kain berpola. Memang, seluruh kegiatan produksi dilakukan di sebuah rumah yang dilengkapi gazebo besar.Salah seorang perajin sekaligus Ketua Paguyuban Siti Laela bercerita, kampung batik ini dirintis sejak tahun lalu. Tujuannya, melestarikan sekaligus membangkitkan kembali kejayaan batik khas Betawi. "Pemprov DKI Jakarta ingin menjadikan kampung ini layaknya sentra batik Trusmi di Cirebon," tuturnya. Sejatinya, para perajin yang ada sekarang tidak punya kemampuan membatik. Keahlian yang mereka punya saat ini adalah hasil pelatihan dari pembatik yang dikirim Pemprov DKI ke kampung tersebut. Kini, para perajin yang merupakan ibu-ibu penghuni Jalan Terogong sudah pandai membatik. Corak yang mereka hasilkan khas Betawi seperti ondel-ondel, monas, daun mengkudu, penari betawi, dan bundaran HI. Pemilihan perajin tidak sembarangan. Salah satu syarat yang ditetapkan Pemprov, calon perajin benar-benar memiliki silsilah darah Betawi. "Tujuannya supaya batik ini bisa dilestarikan oleh warga Betawi langsung,” kata Laela.Awalnya, peminat sangat banyak. Namun, seiring waktu, yang bertahan hanya 11 orang. Maklum, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan berlatih sampai bisa membatik. Kini, semua kegiatan membatik dan pemasaran dilakukan di bawah bendera Paguyuban Kampung Batik Betawi Terogong.Setiap hari, kegiatan di rumah produksi yang berlokasi di Jalan Terogong ini dimulai pukul 10 pagi hingga pukul 4 sore. Perajin lain Aap Hafizoh menyambut baik paguyuban ini. Menurutnya, ini adalah cara yang bagus untuk melestarikan tradisi Betawi, sekaligus memberdayakan warga Terogong III yang rata-rata dari kelas ekonomi menengah bawah. “Suami dari para ibu-ibu di sini ada yang bekerja sebagai tukang ojek dan semacamnya, jadi dengan menjadi perajin bisa membantu perekonomian keluarga mereka,” kata Aap.Rata-rata setiap perajin mampu menghasilkan empat lembar kain batik tulis. Artinya, dalam sebulan, Kampung Batik Betawi ini bisa menghasilkan sekitar 170 lembar batik.Satu lembar batik ukuran 115 x 210 centimeter (cm) dibanderol mulai Rp 120.000 hingga Rp 300.000. Tak hanya dijual dalam bentuk lembaran, sejak bulan lalu, para perajin berinovasi membuat batik siap pakai dalam bentuk kemeja. Dalam sebulan, paguyuban ini bisa mengumpulkan omzet sekitar Rp 30 juta. Nah, para perajin mendapat bagian sekitar 13% dari setiap lembar batik yang terjual. "Jadi, kalau batik yang mereka buat terjual seharga Rp 300.000, perajin dapat Rp 40.000," jelas Laela. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kampung pelestari batik betawi (1)
JAKARTA. Warga asli Betawi memiliki kekayaan tradisional laksana suku-suku lain di negeri ini. Sayang, sebagian mulai tergerus zaman. Salah satunya, tradisi kain batik Betawi. Inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merintis sebuah kampung batik tulis Betawi. Lokasinya di Jalan Terogong III, Cilandak, Jakarta Selatan. Ada sekitar 11 perajin yang tergabung dalam satu paguyuban. Ketika KONTAN menyambangi lokasi tersebut, Rabu (23/10), para perajin terlihat menggoreskan malam di atas kain berpola. Memang, seluruh kegiatan produksi dilakukan di sebuah rumah yang dilengkapi gazebo besar.Salah seorang perajin sekaligus Ketua Paguyuban Siti Laela bercerita, kampung batik ini dirintis sejak tahun lalu. Tujuannya, melestarikan sekaligus membangkitkan kembali kejayaan batik khas Betawi. "Pemprov DKI Jakarta ingin menjadikan kampung ini layaknya sentra batik Trusmi di Cirebon," tuturnya. Sejatinya, para perajin yang ada sekarang tidak punya kemampuan membatik. Keahlian yang mereka punya saat ini adalah hasil pelatihan dari pembatik yang dikirim Pemprov DKI ke kampung tersebut. Kini, para perajin yang merupakan ibu-ibu penghuni Jalan Terogong sudah pandai membatik. Corak yang mereka hasilkan khas Betawi seperti ondel-ondel, monas, daun mengkudu, penari betawi, dan bundaran HI. Pemilihan perajin tidak sembarangan. Salah satu syarat yang ditetapkan Pemprov, calon perajin benar-benar memiliki silsilah darah Betawi. "Tujuannya supaya batik ini bisa dilestarikan oleh warga Betawi langsung,” kata Laela.Awalnya, peminat sangat banyak. Namun, seiring waktu, yang bertahan hanya 11 orang. Maklum, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan berlatih sampai bisa membatik. Kini, semua kegiatan membatik dan pemasaran dilakukan di bawah bendera Paguyuban Kampung Batik Betawi Terogong.Setiap hari, kegiatan di rumah produksi yang berlokasi di Jalan Terogong ini dimulai pukul 10 pagi hingga pukul 4 sore. Perajin lain Aap Hafizoh menyambut baik paguyuban ini. Menurutnya, ini adalah cara yang bagus untuk melestarikan tradisi Betawi, sekaligus memberdayakan warga Terogong III yang rata-rata dari kelas ekonomi menengah bawah. “Suami dari para ibu-ibu di sini ada yang bekerja sebagai tukang ojek dan semacamnya, jadi dengan menjadi perajin bisa membantu perekonomian keluarga mereka,” kata Aap.Rata-rata setiap perajin mampu menghasilkan empat lembar kain batik tulis. Artinya, dalam sebulan, Kampung Batik Betawi ini bisa menghasilkan sekitar 170 lembar batik.Satu lembar batik ukuran 115 x 210 centimeter (cm) dibanderol mulai Rp 120.000 hingga Rp 300.000. Tak hanya dijual dalam bentuk lembaran, sejak bulan lalu, para perajin berinovasi membuat batik siap pakai dalam bentuk kemeja. Dalam sebulan, paguyuban ini bisa mengumpulkan omzet sekitar Rp 30 juta. Nah, para perajin mendapat bagian sekitar 13% dari setiap lembar batik yang terjual. "Jadi, kalau batik yang mereka buat terjual seharga Rp 300.000, perajin dapat Rp 40.000," jelas Laela. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News