JAKARTA. Kegiatan bercocok tanam tak hanya milik petani di pedesaan atau luar kota, yang memiliki lahan perkebunan luas. Buktinya, segelintir masyarakat perkotaan mampu memanfaatkan lahan terbatas di kompleks perumahan atau tengah kota untuk menanam sayuran dan tanaman hias. Selain bisa memberi penghasilan tambahan, kebun di tengah kota bisa menyuburkan tanah sekaligus memberikan kesejukan bagi wajah perkotaan yang umumnya gersang.Salah satu yang berkebun di lahan terbatas adalah Diah Meidiantie atau yang akrab disapa Mei. Perempuan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sudah merintis kebun sayuran sejak 2008 silam di perumahan Taman Galaxy, Bekasi. "Dulu, di daerah itu masih banyak lahan tidur, makanya timbul ide untuk bercocok tanam," kenang Mei. Meski tidak tinggal di perumahan Galaxy, namun dia mendapat izin dari pengembang perumahan untuk berkebun di lahan seluas 3.500 meter persegi (m2) di sana. Mei menanam sayuran organik, seperti kangkung, bayam hijau, bayam merah, pokcay, dan caysim di lahan tersebut.Dia memasarkan hasil kebun ke gerai Ranch Market sebanyak tiga kali dalam sepekan. Makanya, dia bisa mendapat harga yang lebih bagus. Setiap kilogram sayuran dibanderol sekitar Rp 8.000 hingga Rp 10.000. Dia mampu memasok 25 kg-60 kg untuk setiap varian sayuran. Supaya bisa lebih dekat dengan kebun sayurnya, Mei pun memutuskan pindah rumah ke Taman Galaxy sejak April 2010. Sayang, pada pertengahan 2010, di atas lahan tidur itu dibangun perumahan baru. Otomatis, lahan yang bisa dimanfaatkan nya pun berkurang menjadi hanya 1.000 m2. Untungnya, Mei berhasil menemukan tambahan lahan baru seluas 3.000 m2 di Ciganjur. Di lahan baru itu, guru Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Ciganjur ini tidak hanya menjalankan aktivitas berkebun dengan dua karyawannya. Dia bahkan melibatkan anak-anak muridnya untuk melakukan praktek berkebun organik di lahan tersebut. Seiring bertambahnya lahan, panen sayuran pun semakin banyak. Makanya, selain memasok ke Ranch Market, Mei juga menjual kepada warga perumahan di Taman Galaksi. Modal terjangkauMenurutnya, dari segi bisnis, menanam sayuran di lingkungan sekitar cukup menguntungkan. Dalam satu bulan, dia bisa meraup omzet berkisar Rp 14 juta-Rp 30 juta, dengan keuntungan sekitar Rp 7 juta hingga Rp 15 juta. Modalnya pun sangat terjangkau, sekitar Rp 7,5 juta untuk membayar dua karyawan, dan membeli pupuk serta benih.Namun, soal pasokan air menjadi kendala jika berkebun di perkotaan atau perumahan. Tak heran, Mei sengaja membuat sumur bor untuk memastikan suplai air untuk tanaman. "Saya bermimpi bisa punya lahan yang lebih luas lagi, karena suatu hari nanti ingin membuka restoran khusus makanan organik," ujar Mei.Sosok lain yang berkebun di lahan terbatas di perkotaan adalah Wijayanto Wiwik. Karyawan swasta ini bercocok tanam khusus tanaman buah di pekarangan rumahnya di perumahan Pujokusuman, Yogyakarta.Kebetulan dia hanya memiliki halaman seluas 900 m2. Nah, di sana, dia mengembangkan bibit tanaman buah seperti kelengkeng, mangga, durian, jambu air, hingga tanaman hasil persilangan asal luar negeri.Dia melego setiap bibit tanaman mulai dari Rp 50.000 untuk tanaman biasa berukuran kecil, hingga Rp 2 juta untuk tanaman hasil persialangan.Saban bulan, rata-rata dia bisa menjual 12-40 pohon. Keuntungannya bisa mencapai 70% dari omzet, atau sekitar Rp 15 juta.Memang, berkebun sudah menjadi hobi Wiwik sejak kecil. Tak heran, dia juga tergabung dalam komunitas pecinta tanaman buah di Yogyakarta. Lewat komunitas ini pula, namanya lebih dikenal sebagai penjual bibit tanaman buah. "Saya juga memberikan konsultasi gratis bagi yang ingin belajar menanam di lahan terbatas," ujar pria lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM).Dia menyarankan, bagi pemula yang ingin berkebun di lahan terbatas atau halaman rumah, mulailah dengan menanam tanaman sederhana, seperti jambu air. "Sebenarnya berkebun di rumah, selain menghasilkan pemasukan tambahan, juga bisa sebagai obat stres bagi yang sibuk kerja di kota," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kantong makin tebal, alam sekitar menghijau
JAKARTA. Kegiatan bercocok tanam tak hanya milik petani di pedesaan atau luar kota, yang memiliki lahan perkebunan luas. Buktinya, segelintir masyarakat perkotaan mampu memanfaatkan lahan terbatas di kompleks perumahan atau tengah kota untuk menanam sayuran dan tanaman hias. Selain bisa memberi penghasilan tambahan, kebun di tengah kota bisa menyuburkan tanah sekaligus memberikan kesejukan bagi wajah perkotaan yang umumnya gersang.Salah satu yang berkebun di lahan terbatas adalah Diah Meidiantie atau yang akrab disapa Mei. Perempuan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sudah merintis kebun sayuran sejak 2008 silam di perumahan Taman Galaxy, Bekasi. "Dulu, di daerah itu masih banyak lahan tidur, makanya timbul ide untuk bercocok tanam," kenang Mei. Meski tidak tinggal di perumahan Galaxy, namun dia mendapat izin dari pengembang perumahan untuk berkebun di lahan seluas 3.500 meter persegi (m2) di sana. Mei menanam sayuran organik, seperti kangkung, bayam hijau, bayam merah, pokcay, dan caysim di lahan tersebut.Dia memasarkan hasil kebun ke gerai Ranch Market sebanyak tiga kali dalam sepekan. Makanya, dia bisa mendapat harga yang lebih bagus. Setiap kilogram sayuran dibanderol sekitar Rp 8.000 hingga Rp 10.000. Dia mampu memasok 25 kg-60 kg untuk setiap varian sayuran. Supaya bisa lebih dekat dengan kebun sayurnya, Mei pun memutuskan pindah rumah ke Taman Galaxy sejak April 2010. Sayang, pada pertengahan 2010, di atas lahan tidur itu dibangun perumahan baru. Otomatis, lahan yang bisa dimanfaatkan nya pun berkurang menjadi hanya 1.000 m2. Untungnya, Mei berhasil menemukan tambahan lahan baru seluas 3.000 m2 di Ciganjur. Di lahan baru itu, guru Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Ciganjur ini tidak hanya menjalankan aktivitas berkebun dengan dua karyawannya. Dia bahkan melibatkan anak-anak muridnya untuk melakukan praktek berkebun organik di lahan tersebut. Seiring bertambahnya lahan, panen sayuran pun semakin banyak. Makanya, selain memasok ke Ranch Market, Mei juga menjual kepada warga perumahan di Taman Galaksi. Modal terjangkauMenurutnya, dari segi bisnis, menanam sayuran di lingkungan sekitar cukup menguntungkan. Dalam satu bulan, dia bisa meraup omzet berkisar Rp 14 juta-Rp 30 juta, dengan keuntungan sekitar Rp 7 juta hingga Rp 15 juta. Modalnya pun sangat terjangkau, sekitar Rp 7,5 juta untuk membayar dua karyawan, dan membeli pupuk serta benih.Namun, soal pasokan air menjadi kendala jika berkebun di perkotaan atau perumahan. Tak heran, Mei sengaja membuat sumur bor untuk memastikan suplai air untuk tanaman. "Saya bermimpi bisa punya lahan yang lebih luas lagi, karena suatu hari nanti ingin membuka restoran khusus makanan organik," ujar Mei.Sosok lain yang berkebun di lahan terbatas di perkotaan adalah Wijayanto Wiwik. Karyawan swasta ini bercocok tanam khusus tanaman buah di pekarangan rumahnya di perumahan Pujokusuman, Yogyakarta.Kebetulan dia hanya memiliki halaman seluas 900 m2. Nah, di sana, dia mengembangkan bibit tanaman buah seperti kelengkeng, mangga, durian, jambu air, hingga tanaman hasil persilangan asal luar negeri.Dia melego setiap bibit tanaman mulai dari Rp 50.000 untuk tanaman biasa berukuran kecil, hingga Rp 2 juta untuk tanaman hasil persialangan.Saban bulan, rata-rata dia bisa menjual 12-40 pohon. Keuntungannya bisa mencapai 70% dari omzet, atau sekitar Rp 15 juta.Memang, berkebun sudah menjadi hobi Wiwik sejak kecil. Tak heran, dia juga tergabung dalam komunitas pecinta tanaman buah di Yogyakarta. Lewat komunitas ini pula, namanya lebih dikenal sebagai penjual bibit tanaman buah. "Saya juga memberikan konsultasi gratis bagi yang ingin belajar menanam di lahan terbatas," ujar pria lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM).Dia menyarankan, bagi pemula yang ingin berkebun di lahan terbatas atau halaman rumah, mulailah dengan menanam tanaman sederhana, seperti jambu air. "Sebenarnya berkebun di rumah, selain menghasilkan pemasukan tambahan, juga bisa sebagai obat stres bagi yang sibuk kerja di kota," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News