JAKARTA. Pengusaha alias wajib pajak (WP) badan yang usahanya telah mengantongi benchmarking alias pengukuran prestasi kinerja dan tidak memanfaatkan kebijakan penghapusan denda administrasi pajak alias Sunset Policy bakal menjadi pasien pertama Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pasca kebijakan tersebut berakhir. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro mengatakan, langkah Ditjen Pajak tersebut terkait kemudahan dalam melakukan pengawasannya. "WP pada umumnya di periksa atas dasar prioritas, berdasarkan tingkat risikonya yang bisa di dapat dari benchmarking," ujar Djoko kepada KONTAN, Senin (23/2). Nah lantaran sejauh ini baru WP badan yang telah dibuat benchmark-nya maka WP badan bakal di sisir terlebih dahulu. Benchmark sendiri dibuat berdasarkan penghitungan Ditjen Pajak berdasarkan penghitungan, rumusan, dan pengumpulan data atau info yang dikantongi Ditjen Pajak dari berbagai sumber. Djoko menjelaskan, adapun benchmark tersebut berasal Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal itu lantaran mereka diminta untuk membuat profil 100 WP badan terbesar di KPP-nya. Proses tersebut dilengkapi dengan data yang di terima dari pihak lain dengan payung hukum Pasal 35A UU Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) yang mewajibkan instansi pemerintah maupun swasta untuk memberikan data perpajakan kepada Ditjen Pajak. Data-data tersebutlah yang selanjutnya masuk ke bank data Ditjen Pajak dan digunakan untuk melakukan pengawasan kepatuhan WP dengan sistem self assessment. "Bagi yang tidak masuk dalam benchmark, juga perlu mendapat perhatian. Misalnya di imbau, diperiksa bahkan disidik bila ada indikasi pidana fiskalnya," paparnya. Dengan alasan itulah, Ditjen Pajak berharap WP khususnya WP badan menggunakan fasilitas Sunset Policy yang masa berlakunya tinggal hitungan jari ini. Sebagaimana isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 5/2008 tentang Sunset Policy, sedianya kebijakan itu bakal berakhir akhir bulan ini atau tanggal 28 Februari 2009. Djoko menjelaskan, seperti diketahui berdasarkan UU KUP, WP yang memanfaatkan Sunset Policy selain dapat fasilitas penghapusan sanksi administrasi juga atas data atau info yang diungkap dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pembetulan juga tidak akan di pakai sebagai dasar pemeriksaan. "WP pada umumnya diperiksa atas dasar prioritas berdasarkan tingkat risikonya yang bisa di dapat dari benchmarking," sambungnya. Adapun badan usaha yang telah dibuat benchmark-nya oleh Ditjen Pajak antara lain adalah usaha konstruksi dan real-estate. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Umum, Perpajakan, dan Kepabeanan Hariyadi B.Sukamdani mengatakan, langkah Ditjen Pajak bakal memeriksa WP yang tidak memanfaatkan sunset merupakan hal wajar. "Yang tidak wajar bila Ditjen Pajak bertindak berlebihan tanpa memandang aturan hukum," ujar dia. Hariyadi melanjutkan, sebaiknya Ditjen Pajak pun mempertimbangkan alasan WP dalam melakukan pemeriksaan pajak suatu WP mengapa yang bersangkutan tidak menggunakan sunset policy. "Bisa saja kan yang bersangkutan merasa SPT-nya tidak perlu ada yang diperbaiki," sambungnya. Dengan alasan itulah maka ada baiknya Ditjen Pajak tidak menggaungkan semangatnya bakal melakukan pemeriksaan terhadap WP yang tidak memanfaatkan Sunset Policy. Kalau tidak, maka bisa muncul kesan di benak masyarakat yang menjadi WP kalau Ditjen Pajak bertindak diskriminatif.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kantongi Benchmarking, Pengusaha Wajib Manfaatkan Sunset Policy
JAKARTA. Pengusaha alias wajib pajak (WP) badan yang usahanya telah mengantongi benchmarking alias pengukuran prestasi kinerja dan tidak memanfaatkan kebijakan penghapusan denda administrasi pajak alias Sunset Policy bakal menjadi pasien pertama Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pasca kebijakan tersebut berakhir. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro mengatakan, langkah Ditjen Pajak tersebut terkait kemudahan dalam melakukan pengawasannya. "WP pada umumnya di periksa atas dasar prioritas, berdasarkan tingkat risikonya yang bisa di dapat dari benchmarking," ujar Djoko kepada KONTAN, Senin (23/2). Nah lantaran sejauh ini baru WP badan yang telah dibuat benchmark-nya maka WP badan bakal di sisir terlebih dahulu. Benchmark sendiri dibuat berdasarkan penghitungan Ditjen Pajak berdasarkan penghitungan, rumusan, dan pengumpulan data atau info yang dikantongi Ditjen Pajak dari berbagai sumber. Djoko menjelaskan, adapun benchmark tersebut berasal Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal itu lantaran mereka diminta untuk membuat profil 100 WP badan terbesar di KPP-nya. Proses tersebut dilengkapi dengan data yang di terima dari pihak lain dengan payung hukum Pasal 35A UU Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) yang mewajibkan instansi pemerintah maupun swasta untuk memberikan data perpajakan kepada Ditjen Pajak. Data-data tersebutlah yang selanjutnya masuk ke bank data Ditjen Pajak dan digunakan untuk melakukan pengawasan kepatuhan WP dengan sistem self assessment. "Bagi yang tidak masuk dalam benchmark, juga perlu mendapat perhatian. Misalnya di imbau, diperiksa bahkan disidik bila ada indikasi pidana fiskalnya," paparnya. Dengan alasan itulah, Ditjen Pajak berharap WP khususnya WP badan menggunakan fasilitas Sunset Policy yang masa berlakunya tinggal hitungan jari ini. Sebagaimana isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 5/2008 tentang Sunset Policy, sedianya kebijakan itu bakal berakhir akhir bulan ini atau tanggal 28 Februari 2009. Djoko menjelaskan, seperti diketahui berdasarkan UU KUP, WP yang memanfaatkan Sunset Policy selain dapat fasilitas penghapusan sanksi administrasi juga atas data atau info yang diungkap dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pembetulan juga tidak akan di pakai sebagai dasar pemeriksaan. "WP pada umumnya diperiksa atas dasar prioritas berdasarkan tingkat risikonya yang bisa di dapat dari benchmarking," sambungnya. Adapun badan usaha yang telah dibuat benchmark-nya oleh Ditjen Pajak antara lain adalah usaha konstruksi dan real-estate. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Umum, Perpajakan, dan Kepabeanan Hariyadi B.Sukamdani mengatakan, langkah Ditjen Pajak bakal memeriksa WP yang tidak memanfaatkan sunset merupakan hal wajar. "Yang tidak wajar bila Ditjen Pajak bertindak berlebihan tanpa memandang aturan hukum," ujar dia. Hariyadi melanjutkan, sebaiknya Ditjen Pajak pun mempertimbangkan alasan WP dalam melakukan pemeriksaan pajak suatu WP mengapa yang bersangkutan tidak menggunakan sunset policy. "Bisa saja kan yang bersangkutan merasa SPT-nya tidak perlu ada yang diperbaiki," sambungnya. Dengan alasan itulah maka ada baiknya Ditjen Pajak tidak menggaungkan semangatnya bakal melakukan pemeriksaan terhadap WP yang tidak memanfaatkan Sunset Policy. Kalau tidak, maka bisa muncul kesan di benak masyarakat yang menjadi WP kalau Ditjen Pajak bertindak diskriminatif.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News