Kantongi omzet ratusan juta dari jam tangan kayu



Lucky D. Aria termasuk salah satu produsen jam tangan kayu yang terbilang sukses. Terjun ke bisnis ini sejak Februari 2013, ia bisa meraup omzet hingga ratusan juta per bulan.

Jam tangan merek Matoa bikinannya juga berhasil menembus pasar manca negara, antara lain Jepang, Malaysia, dan Singapura. "Juli besok, saya juga mendapat orderan dari Jerman," kata pria asal Bandung, Jawa Barat ini.

Ide awal bisnis ini didapatnya saat tengah berkunjung ke Amerika Serikat pada awal 2012. Di Negeri Paman Sam itu, ia menemukan jam tangan kayu seharga Rp 1,8 juta.


Selain harganya lumayan mahal, mayoritas bahan kayunya juga berasal dari Indonesia. Jam kayu yang diproduksi di Amerika Serikat ini ternyata dipasarkan lagi ke Indonesia. Dari situ ia berpikir, "Kenapa tidak bikin saja di Indonesia?"

Pulang dari Amerika Serikat, Lucky tidak langsung terjun ke usaha ini. Ia memilih mematangkan dulu rencana bisnis tersebut dengan melakukan riset produk. "Awalnya, saya riset dulu tentang produk, baru pada Februari 2013 mulai berjualan," ucap Lucky kepada KONTAN belum lama ini.

Setelah yakin mampu, Lucky lalu memutuskan untuk mulai memproduksi jam tangan kayu. Untuk memperkenalkan jam tangannya di pasar, ia menggunakan merek dagang Matoa.

Awalnya, Lucky belum memproduksi sendiri. Setiap ada order, dia lempar ke pihak lain untuk memproduksinya. Pelan tapi pasti, jam tangan kayu Matoa makin disukai pasar dan permintaan terus meningkat.

Hingga saat ini, Lucky sudah memproduksi Matoa dalam tujuh varian jam tangan, antara lain Sumba, Flores, dan Moyo. Jam tangan itu dibanderol seharga Rp 890.000–Rp 980.000 per piece.

Menurut Lucky, pihaknya fokus memasarkan produk di dalam negeri. Namun belakangan, permintaan dari luar negeri mulai mengalir. "Sekarang 30% kami ekspor," ujarnya.

Untuk segmen pasar, Lucky mengaku fokus membidik konsumen usia 20 tahun–35 tahun. Menurutnya, jam tangan kayu bisa menjadi pilihan bagi anak muda yang bosan dengan jam-jam tangan bermerek.

Jam tangan bikinan Lucky masih serba tradisional. "Hanya 30% dari proses produksi dikerjakan oleh mesin. Sisanya masih memakai tangan," tuturnya.Dalam memproduksi jam tangan kayu ini, Lucky dibantu 17 karyawan.

Adapun kapasitas produksinya sekitar 300 jam per bulan. "Dari jumlah itu, semuanya adalah barang pesanan," ucapnya. Lantaran produksinya berdasarkan order, sudah ada jaminan setiap jam bikinannya bakal ludes terjual.

Dari produksi sebanyak itu, ia bisa mengantongi omzet hingga Rp 267 juta per bulan. Selain dijual lewat internet, Lucky juga memasarkan produknya lewat tokonya di Bandung.

Sebelumnya, ia sempat menitipkan produknya ke beberapa toko di Jakarta. Namun karena keterbatasan produksi, ia tidak melakukannya lagi.Kedepan, Lucky ingin mengembangkan Matoa dengan memperbanyak kapasitas produksi dan tipe produk.

Ia juga berencana membuat frame kacamata dan speaker deck untuk smartphone dari kayu.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri