Kapal Pembawa Pengungsi Rohingya Terdampar di Aceh



KONTAN.CO.ID - ACEH. Sebuah perahu yang mengangkut pengungsi Rohingya dilaporkan terdampar di Aceh, Indonesia, pada hari Senin (27/12). Perahu membawa puluhan pengungsi, termasuk perempuan dan anak-anak.

Dilansir dari Reuters, Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan bahwa perahu tersebut sudah terlihat di perairan Bireuen, Aceh, sejak hari Minggu (26/12). UNHCR kini dibantu pihak berwenang setempat untuk menyelamatkan para pengungsi.

Amnesty International cabang Indonesia melaporkan bahwa perahu membawa sekitar 70 pengungsi. Namun, Badruddin Jusuf, seorang tokoh masyarakat nelayan setempat, memperkirakan jumlah penumpang mencapai 120 orang.


Baca Juga: Pengungsi Rohingya menggugat Facebook sebesar US$ 150 miliar karena ujaran kebencian

Amnesty mengatakan para nelayan telah meminta pemerintah setempat untuk menyelamatkan pengungsi Rohingya yang terdampar. Para nelayan telah secara sukarela membagikan makanan.

Selama beberapa tahun terakhir, ratusan pengungsi Rohingya telah tiba secara berkala di Aceh. Kebanyakan dari mereka telah melaut selama berbulan-bulan.

"Perlu ada tanggung jawab bersama antar negara di kawasan ini untuk melakukan pencarian dan penyelamatan agar para pengungsi terhindar dari bahaya di laut," kata Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia Usman Hamid, seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: PBB: Situasi keamanan Myanmar memburuk, rumah dan gereja dibakar

Pengungsi Rohingya dari Myanmar telah berlayar ke negara tetangga selama bertahun-tahun. Malaysia, Thailand, dan Indonesia menjadi destinasi paling populer karena dianggap lebih ramah terhadap warga muslim. Para pengungsi biasanya berlayar antara bulan November hingga April ketika laut cenderung lebih tenang.

Diperkirakan ada lebih dari 730.000 penduduk muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar sejak tahun 2017. Penduduk Rohingya mendapat perlakuan keras dari militer Myanmar, termasuk pemerkosaan dan insiden pembunuhan massal. Dokumentasi mengenai pembakaran permukiman Rohingya telah lama mendapat perhatian serius dari kelompok hak asasi manusia di seluruh dunia.

Pihak Myanmar berdalih bahwa tindakan mereka didasarkan pada upaya memerangi pemberontakan. Mereka juga menyangkal segala tuduhan kekerasan dan kekejaman sistematis yang kerap dibicarakan.