Kapan waktu tepat restrukturisasi cicilan KPR?



KONTAN.CO.ID - Pernahkah Anda berpikir untuk mengecilkan cicilan utang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Anda? Atau justru memperbesar cicilan agar rumah Anda segera lunas?

Safir Senduk, perencana keuangan mengatakan, resktrukturasi KPR dilakukan saat kita merasa sudah tidak sanggup membayar cicilan yang diharapkan. "Kita tetap bisa bayar, tetapi pendapatan kita misalnya turun. Kita coba bernegoisasi dengan bank," ujar Safir.

Disisi lain bisa restrukturisasi jika ada peningkatan penghasilan. Misalnya tiap bulan mendapat penghasilan Rp 10 juta sehingga sanggup mencicil 30% dari penghasilan atau sekitar 3 juta. Safir bilang, bisa minta kenaikan cicilan ketika penghasilan naik dan tenor jadi lebih singkat.


Hal yang sama disampaikan pula oleh Pandji Harsanto, perencana keuangan Finansia Consulting,. Ada dua hal yang bisa membuat orang harus melakukan restrukturisasi.

Pertama, ketika penghasilan tidak mencukupi alias rasio keuangannya tidak sehat. Yang seharusnya mencicil hutang sebesr 30% dari penghasilan, tetapi menjadi 50% karena pendapatan tak sesuai ekspektasi. Itu perlu direstrukturisasi.

Yang kedua, justru pendapatan bertambah. Namun, kita punya tujuan keuangan lain misalnya ingin mencicil satu rumah lagi. Bisa dengan memanjangkan cicilannya rumah pertama. Sehingga dua rumah bisa dicicil 30%.

Nah, Pandji bilang jika ternyata kita berhenti dalam pekerjaan dan belum mendapat pekerjaan baru. Maka mau tidak mau kita harus menggunakan dana darurat yang kita punya. "Kasus seperti itu kenapa harus punya dana darurat. Tetapi jika tidak punya mau tidak mau kita over kredit rumahnya," ungkap Pandji.

Kalau memang tidak punya dana darurat, Pandji bilang jangan sampai terjebak utang lagi. "Utang itu cuma untuk hal yang produktif atau yang sangat perlu saja," pesan Pandji.

Bagi Anda yang baru akan mengajukan KPR agar tak terjebak kasus tak bisa bayar cicilan adalah jangan sampai mencicil lebih dari 30%.

"Bunga KPR itu bisa sewaktu-waktu naik. Makanya sebagai panduan, cicilannya tidak lebih dari 30%, agar punya selisih. Misalnya, 25% dari penghasilan," ujar Pandji.

Tips lainnya adalah saat akan mengajukan KPR itu sebaiknya presentasi 30% dari pencari nafkah utama, bukan dari gabungan suami istri. Dikhawatirkan pencari nafkah yang lain berhenti bekerja, bisa memberatkan keuangan keluarga

Misalnya saja, penghasilan suami Rp 10 juta, sedangkan istri Rp 5 juta. Maka 30% adalah angka dari penghasilan suami saja atau sebesar Rp 3 juta.

Selanjutnya yang perlu dicatat, utang KPR tidak lebih dari 30 kali penghasilan. Misalnya penghasilan Rp 10 juta, yang bisa pinjam dari KPR sebesar Rp 300 juta. Kalau lebih dari itu akan memberatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini